Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh..
Kali ini saya akan sedikit berbagi pengalaman seputar seleksi CPNS 2018 dimana Alhamdulillah saya berhasil mencapai nilai passing grade yang ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin pengalaman saya ini bisa sedikit membantu teman-teman yang belum melaksanakan tes SKD.
Seperti kita ketahui bahwa tahapan pertama dalam seleksi CPNS yaitu seleksi administrasi, jangan sepelekan hal-hal sekecil apapun dalam persyaratan administrasi. Saya pun demikian, dari tahap seleksi administrasi saya usahakan dengan sepenuh hati memenuhi segala persyaratan seribet apapun. Mengurus legalisir ijazah, transkrip nilai serta surat keterangan akreditasi di kampus yang sebenarnya saya sangat malas lagi untuk berurusan. Belum lagi mengurus legalisir KTP dan Kartu Keluarga yang hanya bisa dilakukan oleh Discapil Kabupaten dimana jarak yang harus ditempuh sangat jauh dan butuh biaya. Namun semua itu harus saya usahakan jika ingin lulus tahap administrasi ini, dan ketika pengumuman seleksi administrasi saya dinyatakan lulus, Alhamdulillah tahap awal terselesaikan. Banyak juga orang yang bahkan harus gugur di tahap administrasi ini, sungguh sangat disayangkan.
Setelah dinyatakan lulus administrasi, disinilah perjuangan sesungguhnya dimulai, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Dengan berbekal beribu-ribu materi serta contoh soal yang tersebar, serta aplikasi android mengenai simulasi tes CAT Seleksi Kompetensi Dasar, mulailah saya dengan sepenuh hati mempelajarinya. Berhubung instansi yang saya lamar mendapat jadwal yang tidak terlalu awal menjadi keuntungan sendiri karena bisa mempunyai waktu lebih banyak untuk belajar. Sambil sesekali saya sering berfikir pesimis mengingat kuota formasi yang saya lamar hanya berjumlah 2 biji, entahlah saat itu saya mungkin bisa dikatakan modal nekat saja, karena saya juga sadar akan kemampuan otak saya yang pas-pasan. Ditambah lagi banyak beredar berita mengenai minimnya peserta yang mencapai passing grade di instansi/lembaga yang telah lebih awal melaksanakan tes SKD. Disitulah perasaan tidak percaya diri semakin bertambah, namun sekuat mungkin saya hilangkan perasaan tersebut dan fokus belajar. Mulailah saya mempelajari materi materi yang sudah saya download dari beberapa sumber, dan yang paling membuat saya kesusahan yaitu mempelajari soal-soal yang berhubungan dengan Matematika. Jujur saja dari Sekolah Dasar sampai bangku kuliah saya paling anti sama pelajaran Matematika, Mathematic is the most difficult study in the world. Untuk itu saya lebih meluangkan banyak waktu belajar matematika, meskipun saya merasa mustahil bisa mengerjakan soal matematika.
Seperti yang kita ketahui dalam SKD ini ada 3 kategori yang harus kita capai nilai passing grade nya, yaitu Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensi Umum (TIU), dan Tes Kepribadian (TKP). Untuk materi TWK yang banyak beredar yaitu seputar perjalanan sejarah Indonesia dari masa penjajahan sampai dengan merdeka, Pancasila, UUD 1945, Tata Negara, Lembaga-Lembaga Negara, Hubungan Internasional, Tata Bahasa Indonesia sesuai EYD, dll.. sedangkan untuk TIU yaitu seputar Matematika (Aljabar, algoritma, deret), penalaran verbal, antonim-sinonim, premis, dll. Sedangkan yang terakhir yaitu TKP yang merupakan soal-soal yang butuh konsentrasi tingkat tinggi, tidak ada jawaban benar ataupun salah. Setiap hari sebisa mungkin saya mempelajari materi serta latihan menjawab soal melalui aplikasi android disela kesibukan pekerjaan kantor. Saya usakahan sebelum tidur dan sesudah bangun tidur untuk terus mengerjakan soal latihan, selain untuk mengasah materi yang sudah dipelajari seharian, juga sebagai ajang latihan dalam mengerjakan soal dengan berburu waktu.
Ketika saya sudah mendapatkan jadwal pelaksanaan ujian yaitu hari Senin tanggal 5 November 2018, disitu perasaan gugup dan kadang tidak tenang mulai menghantui. Namun melihat postingan di facebook tentang orang-orang yang lulus passing grade membuat saya berfikir, mereka saja bisa masa saya tidak bisa. Dari situlah keyakinan untuk bisa lulus passing grade semakin meningkat, yang ada dalam fikiran saya pada saat itu saya ingin seperti mereka, keluar dari ruangan ujian dengan perasaan bahagia dan senyum merekah.
Tibalah hari Senin, hari paling menegangkan setelah sidang ujian skripsi. Saat itu saya mendapatkan jadwal di sesi ke 4 (pukul 14.30), dari kantor saya langsung berangkat ke tempat ujian dengan membawa tekat dan rasa gugup yang melanda. Untuk sesi ke 4 ada sekitar 240 peserta, dan cuma 1 orang yang saya kenal dalam sesi tersebut. Setelah mengantri beberapa saat untuk registrasi serta pengecekan, saatnya kami memasuki ruangan tanpa AC tersebut. Suasananya Alhamdulillah tenang dan adem.
Waktu pengerjaan soal dimulai setelah mengisi form login, saya langsung menjalankan sesuai tips yang beredar yaitu mengerjakan soal TKP terlebih dahulu, dan saya rasa cukup membantu karena beberapa kali saya melirik ke peserta yang lain banyak yang mengerjakan soal TWK terlebih dahulu, hasilnya saya sudah mengerjakan banyak soal dan sudah berpindah ke TWK, mereka masih stuck di soal TWK. Kesan pertama setelah mengamati soal-soal dalam TKP "ini kok beda sekali ya dengan soal-soal yang selama ini saya pelajari, ini kok pilihannya mirip-mirip semua, soal-soalnya juga lebih panjang", namun entah kekuatan dan ketenangan dari mana saya langsung gas menjawab soalnya tanpa skip satupun soal yang menurut saya susah. Saya membaca soal dengan sangat cepat bahkan rasanya saya tidak mengambil nafas dalam sekali membaca soal TKP tersebut. Entahlah mengapa saat itu saya rasanya harus berburu dengan waktu karena saya tau bahwa pertanyaan TWK dan TIU yang menurut saya paling rumit masih menanti saya. Adapun tips saya dalam menjawab soal-soal TKP yaitu posisikan lah diri kita sebagai manusia paling berintegrasi di dunia ini, dalam menjawab soal-soal TKP kita dipaksa untuk tidak menjadi pribadi yang egois dan tidak perlu mengikuti kata hati kita yang ingin menjawab ini karna kenyataannya jawabannya adalah itu, atau istilah kasarnya kita diajarkan untuk menjadi orang yang munafik. Biasanya dalam 1 soal, ada dua jawaban yang menurut kita paling benar namun keduanya hampir memiliki makna yang sama. Baca baik baik pertanyaannya karena ada beberapa jawaban menurut kita benar namun ternyata tidak nyambung dengan pertanyaannya. Dan hasilnya...
nilai TKP saya sebesar 148 dari 143.
Selanjutnya yaitu berpindah ke soal TWK. Banyak peserta yang bilang kalau soal TKP adalah yang tersulit, namun menurut saya yang tersulit malah soal TWK, diantara semua materi yang paling saya fokus untuk dibaca dan dihafal yaitu materi TWK ini, alasannya karena melihat contoh soal yang selama ini saya pelajari itu soal-soalnya berupa pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang pasti, seperti pertanyaan "pasal berapa ayat berapa", "Pada tanggal berapa", "Siapa tokoh yang bla bla bla", dll. Namun tanpa disangka pas mengerjakan soal-soal TWK kesan saya "ini kok macam begini soalnya, tak ada satupun materi yang saya pelajari masuk di soal-soal ini". Padahal saya sudah mempelajari sejarah kemerdekaan Indonesia secara detail, namun tak ada satupun pertanyaan yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Kalau begitu tentang apa dong soal-soalnya? jawabannya adalah soal-soal yang lebih kepada penalaran kita terhadap makna pancasila, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Kita tidak perlu menghafal pasal-pasal dalam UUD 1945 ataupun simbol-simbol dalam Pancasila. Kita hanya perlu memaknai makna dari setiap sila pancasila, bagaimana mengidentifikasi setiap hal dalam kehidupan sosial termasuk dalam sila pancasila yang mana. Saran saya bagi teman-teman yaitu tidak perlu lah menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari materi TWK karena sudah saya tekankan bahwa tidak ada satupun yang masuk dalam soal, dan itu bukan saya saja yang mengalami. Dan hasilnya... nilai TWK saya sebesar 85 dari 75.
Yang terakhir adalah soal TIU. Dalam mengerjakan soal TIU entah kenapa saya serasa dimudahkan, karena menurut saya soal TIU lumayan mudah. Untuk soal paling menakutkan (read: Matematika) saya sudah memasrahkan diri untuk menjawab secara asal, kecuali untuk soal-soal mengenai angka deret yang menurut saya sangat mudah serta ada beberapa soal-soal yang pertanyaannya sangat panjang dan berbelit namun ternyata jawabannya sangat mudah. Untuk soal-soal terkait penalaran verbal dan non verbal dibutuhkan konsentrasi yang sangat fokus. Terdapat beberapa soal-soal yang sangat panjang mengenai pemahaman terhadap kalimat, usahakan untuk membaca secara cepat namun cermat. Dan hasilnya nilai TIU saya 100 dari 80.
Disaat saya sudah selesai mengerjakan seluruh soal, terdapat sisa waktu 9 menit. Saya melihat banyak peserta yang sudah keluar dari ruangan meskipun masih terdapat sisa waktu. Namun saya memanfaatkan sisa waktu tersebut untuk memperbaiki jawaban soal-soal TKP, dan saya rasa itu membantu meningkatkan skor TKP saya. Tiba saatnya untuk mengetahui total skor, perasaan saya pada saat itu lebih condong ke 'Tidak Lulus', namun takdir Allah ternyata berpihak kepada saya, saya langsung bertanya kepada panitia untuk memastikan apakah nilai saya ini dinyatakan mencapai passing grade atau tidak. Dan disitu saya langsung diberikan ucapan selamat dari para panitia. Allah maha baik, Allah maha mendengar. Rasa bahagia dan bangga yang tidak terkira saya bisa mengalahkan banyak peserta. Saya bahkan sempat berfikir kalaupun kedepannya terdapat hambatan untuk sampai ke tahap akhir, setidaknya saya pernah merasakan perasaan menang dalam berkompetisi. Dalam perasaan haru dan bahagia tersebut, saya rasanya ingin segera mengetahui bagaimana reaksi orangtua saya ketika mengetahui hal tersebut. Dan hasilnya mereka terharu sekaligus tidak menyangka anak mereka yang belum berguna ini bisa lulus.
Pesan saya untuk teman-teman peserta yang belum beruntung ke tahap selanjutnya, ketahuilah bahwa kami peserta yang lulus passing grade bukan berarti kami lebih baik dan lebih pintar dari kalian. Ini sudah merupakan takdir dari Allah yang Maha Kuasa. Yakinlah akan ada kesempatan dilain waktu.
La tahzan, Innallaha Ma'ana. Maybe the worst of your today be the best of your tomorrow. Percaya dan yakin. Insya Allah.
Unlimited Happiness: Bertaqwa kepada Allah SWT.
Rabu, 14 November 2018
Rabu, 17 Oktober 2018
Kevin Sanjaya Sukamuljo, Si 'Tengil' Berprestasi Kebanggaan Indonesia
Bagi penggemar bulutangkis, nama
Kevin Sanjaya sudah pasti sangat spesial terdengar. Bersama dengan rekannya
Marcus Gideon, kini mereka menjadi pemain ganda putra nomor 1 dunia. Sebuah pencapaian
yang sangat luar biasa bagi atlet bulutangkis Indonesia. Sebenarnya jika kita
melihat kebelakang memang tidak perlu diragukan lagi jika sektor ganda putra
(mens double) menjadi kekuatan utama bagi kehebatan bulutangkis Indonesia, jika
sebelumnya ada nama pasangan Ricky Subagja/Rexy Mainacky dan Hendra
Setiawan/Mohammad Ahsan yang menjadi aset kebanggaan bagi Indonesia, saat ini
sudah dipastikan menjadi masa berjayanya pasangan Kevin-Marcus atau yang biasa
dikenal dengan julukan ‘Minions’.
Tahun 2017 dapat dibilang menjadi
tahunnya Minions, dari seluruh turnamen BWF Superseries yang diadakan sepanjang
2017, mereka berhasil memasuki laga final sebanyak 9 kali, dan menghasilkan 7
gelar Superseries. Bahkan turnamen sebesar All England, China Open, dan
Superseries Final berhasil mereka raih dalam setahun. Pencapaian tersebut
melampaui rekor yang sebelumnya dipegang oleh pasangan hebat Korea Selatan Lee
Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang pernah meraih 6 gelar Superseries dalam setahun.
Minions seakan menjadi pasangan yang paling sulit dikalahkan dan sangat ingin
dikalahkan oleh pasangan lain.
Untuk Kevin Sanjaya sendiri di
mata saya merupakan pemain bulu tangkis yang sangat ‘special’. Perlu dicatat disini
saya menyampaikan kesan terhadap kehebatan seorang Kevin Sanjaya tanpa
mengesampingkan peran Marcus Gideon sebagai partnernya. Namun saya hanya akan ingin menyampaikan
mengapa saya menganggap Kevin Sanjaya sebagai ‘the special one’.
Seperti yang penggemar
bulutangkis ketahui, Kevin itu mempunyai skill bermain di atas rata-rata
apalagi jika ditempatkan di posisi depan net. Salah satu kehebatan seorang
Kevin Sanjaya yang paling banyak diakui oleh banyak orang bahkan oleh pemain Negara
lain yaitu soal kecepatan bermain seorang Kevin. Bahkan ada seorang pemain Negara
lain yang mengatakan kalau Kevin itu bisa mengembalikan bola yang bahkan
menurutnya sudah mustahil bagi pemain lain untuk menyelamatkan bola tersebut
dari serangan lawan. Kalau menurut saya sendiri yang sudah sangat sering
mengamati permainan Kevin Sanjaya, Kevin itu pemain yang sangat gesit dan bisa
menguasai lapangan dengan lincahnya, kalau saya sendiri menjulukinya sebagai ‘belut’
di lapangan. Dengan postur badan yang bisa dikatakan mungil dibanding pemain luar, Kevin mampu memanfaatkan postur
tubuh nya itu sebagai benteng kokoh dalam defence. Banyak aksi-aksi hebat Kevin
Sanjaya di lapangan yang sering mendapat decak kagum dari penonton disetiap
turnamennya.
Dibalik kehebatan seorang Kevin
Sanjaya dengan kecepatan bermain yang luar biasa dan defence yang hebat, Kevin sering disoroti
karena ulah di lapangan yang sering di anggap provokatif dan bad attitude,
kalau di Indonesia sering disebut ‘tengil’. Salah satu ulah tengil yang paling
sering dilakukannya saat pertandingan yaitu ketika bola lawan yang diyakini sudah
out namun Kevin seolah-olah ingin memukul bola tersebut. Ulah tengil Kevin di
lapangan bahkan sering membuat pemain lawan merasa kesal dan pertandingan
menjadi panas. Saya masih ingat sewaktu pertandingan melawan pasangan Malaysia
Goh V Shem/Tan Wee Kieong dalam Thomas Cup 2018 di Bangkok, saat itu pemain
Malaysia Goh V Shem sempat tersulut oleh aksi provokasi Kevin. Pertandingan tersebut
menjadi sangat menarik dengan bumbu bumbu emosi antara Kevin Sanjaya vs Goh V
Shem. Namun setelah pertandingan, Kevin dan Goh V Shem malah terlihat berbalas
komentar dengan hangat di Instagram. Jadi intinya Kevin itu menurut saya hanya
bertingkah menyebalkan ketika sedang di lapangan, dan di luar tentu saja
bertingkah seperti biasa, mungkin itu hanya strategi seorang Kevin dalam
menguji mental lawan mainnya. Tingkah menyebalkan Kevin yang paling banyak
mendapat reaksi pro-kontra mungkin pada saat pertandingan melawan pemain
Denmark duo Mads (Mads Conrad/Mads Colding) dalam turnamen di rumah sendiri
Indonesia Open 2018. Pernah lihat dalam pertandingan bulutangkis seorang pemain
mengacungkan thumbs down kepada lawannya? Ya itu dia, Kevin Sanjaya
melakukannya. Pertandingan memang sempat panas pada set ketiga dimana saat itu
Minions memimpin poin, Kevin tersulut emosi lantaran pemain Denmark terlihat
sering mengulur waktu (pemain Eropa khususnya Denmark memang terkenal sering
mengulur waktu dalam bermain), dan untungnya berakhir dengan kemenangan Minions
dan diakhir pertandingan itulah Kevin melakukan aksi thumbs down tersebut. Hal tersebut
menjadi perbincangan ramai banyak pihak, banyak yang menganggap aksi tersebut tidak pantas dilakukan, bahkan
PBSI turun tangan dengan memberikan teguran kepada Kevin. Namun menurut saya,
seorang Kevin Sanjaya itu tidak akan melakukan aksi provokasi kepada lawan
tanpa sebab, ketika lawan tidak duluan memulai memancing jiwa tengil Kevin,
Kevin akan bermain dengan santai seperti biasa. Coba saja perhatikan ekspresi
dan cara bicara Kevin ketika sedang di wawancara ataupun dalam sebuah talkshow,
sangat berbanding terbalik dengan karakternya di lapangan, lebih terkesan
pemalu dan kalem. Pada awalnya sebenarnya saya juga sempat mengganggap Kevin
Sanjaya sebagai pemain yang sangat bad attitude dan terkesan sombong, namun
setelah mengamati lebih jauh, anggapan saya itu hilang. Menurut saya tingkah
tengil Kevin itulah yang membuat pertandingan menjadi lebih menarik dan seru
untuk di saksikan. Untuk membahas seorang Kevin Sanjaya sebenarnya akan sangat
memakan tulisan yang panjang namun saya rasa cukup sampai disini saja. Masih banyak
ulah ulah tengil Kevin yg lain, apalagi urusan asmara dan kehidupan pribadi
Kevin (mungkin akan di post lain kali) hahahaha.
T
idak dapat dipungkiri kalau saat
ini Minions menjadi ‘tulang punggung’ bagi bulutangkis Indonesia untuk sektor
turnamen beregu ataupun persaingan mendapat title juara bagi Indonesia untuk
level turnamen superseries 500 ke atas. Meskipun dalam turnamen beregu level
Asian Games, Thomas Cup, dan Sudirman Cup Minions belum berhasil mempersembahkan
gelar untuk Indonesia, namun peran Minions dalam setiap pertandingan beregu menjadi
sangat penting karna selalu dipastikan memetik kemenangan dan berbuah poin
dibanding pemain Indonesia lain yang masih belum konsisten, khususnya sektor
tunggal putra. Merajai turnamen Superseries akan menjadi kepuasan sendiri bagi
banyak pemain khususnya Minions, namun akan sangat membanggakan lagi jika
diikuti dengan gelar gelar prestisius seperti turnamen beregu tadi. Kita tunggu
saja dalam 2 tahun kedepan, akankah Minions mampu mempersembahkan gelar untuk
Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020, Thomas Cup dan Sudirman Cup, atau kejuaraan
dunia yang belum mereka cicipi sama sekali..
Jumat, 06 April 2018
Analisis SWOT Pelayanan Jasa “Safe Deposit Box” Bank Mandiri
Layanan Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan
kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus
dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh, tahan bongkar
dan tahan api untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya. Kondisi
ketidakpastian selalu menambah rasa khawatir, terutama menyangkut keamanan
barang-barang yang tidak ternilai harganya. Bank Mandiri sebagai bank terbesar
dan terpercaya sangat mengerti dan selalu memahami kebutuhan pelanggan. Bank
Mandiri menawarkan jasa layanan Safe Deposit Box Mandiri untuk tempat menyimpan
barang berharga dengan jaminan keamanan dan layanan yang sempurna.
Berikut analisis SWOT dari jasa Safe Deposit
Box Bank Mandiri:
1.
Strength (Kekuatan)
·
Ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan
sistem keamanan terus menerus selama 24 jam.
·
Kemudahan akses setiap hari termasuk hari libur
dengan jam operasional lebih panjang.
2.
Weakness (Kelemahan)
·
Layanan terbatas, tidak semua cabang melayani
safe deposit box
·
Belum adanya asuransi apabila nasabah
kehilangan barang yang disimpan
3.
Oppurtunity (Peluang)
·
Tarif sewa yang kompetitif dengan bank lain
·
Kepercayaan masyarakat terhadap bank Mandiri
sebagai bank terbesar di Indonesia
4.
Threat (Ancaman)
·
Banyaknya bank lain yang juga menawarkan
fasilitas Safe Deposit Box
ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS PELANGGARAN PAJAK
ANALISIS PENERAPAN
HUKUM
TERHADAP KASUS
PELANGGARAN PAJAK
(STUDI KASUS PADA PT
RAMAYANA LESTARI SENTOSA-PAULUS TUMEWU)
A.
Latar
Belakang
Salah satu ciri dari
sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system yaitu sistem
pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat/Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan/penetapan,
serta pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak
yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Artinya,
keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak.
System tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai subjek dan bukan objek
semata. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak menurut undang-undang sekarang sama
dengan fiskus. Agar suatu Self assessment system berhasil, tidak hanya
diperlukan pengetahuan yang cukup dari wajib pajak . Tanpa dilandasi oleh
kesadaran , kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai, maka kepercayaan yang diberikan
kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalahgunakan. Untuk itu Administrasi perpajakan
harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan
pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan
sanksi perpajakan. Salah satu
pengendalian administrasi pemingutan pajak adalah dengan adanya kewajiban untuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap seperti yang
tercantum dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kita ketahui belakangan ini muncul
pemberitaan berbagai kasus pajak seperti kasus “Gayus Tambunan” dan “Paulus
Tumewu”, tapi yang menjadi latar belakang dari tugas ini adalah kasus
penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak “Paulus Tumewu” yang berdasar
hasil penyelidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan yang
berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian
penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh
UU No 28 tahun 2007 ) yaitu, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan telah P-21 (berkas
dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar surat permohonan dari Menteri
Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, agar Jaksa Agung mengeluarkan surat untuk
menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat atas surat
permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri
Mulyani). Yang akhirnya Dibalas Menkeu dengan memberi disposisi ke Sekjen
Depkeu yang menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok
pajak. Paulus meminta Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikan penyidikan
dan penuntutan atas dirinya. Dan akhirnya memang berkas kasus pidana pajak
“Paulus Tumewu” yang telah P-21 itu tidak berlanjut ke Pengadilan. Padahal di
dalam ketentuan Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan alternatif tetapi kumulatif
yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar. sehingga pemberhentian penyidikan/ pengeluaran SKPP
tersebut oleh sebagian kalangan di anggap ada intervensi dari Menteri Keuangan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat tugas ini dengan judul “analisis penerapan hukum terhadap kasus
pelanggaran pajak (studi kasus pada PT ramayana lestari sentosa)”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Kronologis Pelanggaran Pajak Yang Dilakukan Oleh
Paulus Tumewu
2.
Bagaimana penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang
berkaitan dengan kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan
lengkap menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Permasalahan Pelanggaran Pajak Oleh Saudara
Paulus Tumewu
2.
Untuk Menjelaskan Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Pajak
A. Profil Singkat PT Ramayana Lestari
Sentosa-Paulus Tumewu
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk
didirikan pada tahun 1978 oleh Paulus Tumewu dan istrinya Tan Lee Chuan.
Ramayana adalah jaringan toko swalayan yang memiliki banyak cabang di
Indonesia. Selain department store yang menjual produk sandang seperti baju dan
sepatu, Ramayana juga memiliki supermarket atau pasar swalayan yang menjual
kebutuhan pangan dan sehari-hari. Supermarket milik Ramayana disebut Ramayana
Supermarket. Grup usaha Ramayana terdiri atas Ramayana, Robinson dan
Cahaya. Pada tahun 1996 menjadi perusahaan publik dengan jumlah store lebih
dari 45 store. Saat ini Ramayana memiliki 118 store yang tersebar di seluruh
Indonesia dan masih akan terus berekspansi. Ramayana terus melakukan berbagai
inovasi menarik lainnya dengan mengembangkan konsep belanja satu atap pusat
perbelanjaan. Dengan konsep ini, Ramayana semakin tumbuh dengan jaringan ritel
yang terbesar di Indonesia. Hingga saat ini jaringan ritel Ramayana telah
tersebar di lebih dari 42 kota besar yang ada di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi bahkan Ramayana telah membuka jaringan toko di Papua pada tahun 2010. Saat
ini perusahaan telah mempekerjakan lebih dari 17.867 orang karyawan yang telah
berdedikasi tinggi pada perusahaan. Dengan visi "menjadi jaringan ritel
terbesar di Indonesia dengan mengendalikan biaya, meningkatkan layanan
pelanggan, pengembangan sumber daya manusia kami dan mempertahankan hubungan
saling menguntungkan dengan pemasok dan rekan bisnis" Ramayana akan selalu
memanjakan konsumen-nya dengan produk berkualitas tinggi dan harga yang
terjangkau.
Paulus Tumewu lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1952. Paulus
Tumewu adalah Komisaris Utama PT. Ramayana Lestari Sentosa. Paulus Tumewu.
inilah yang mengepalai Ramayana dan Robinson Department Store. Paulus Tumewu
pada tahun 2006 menempati urutan ke-15 dari daftar 40 orang terkaya di
Indonesia.
B. Kronologis Pelanggaran Yang Dilakukan
Pada
tanggal 31 Agustus 2005, Paulus ditangkap oleh POLRI bersama Ditjen Pajak,
karena dianggap telah dengan sengaja mengecilkan omzet yang diterima oleh
Ramayana dan tidak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dengan benar,sehingga merugikan negara Rp 399 milyar.
Perbuatan Paulus ini berarti melanggar pasal 39 ayat 1b huruf c UU No 16 tahun
2000 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ”barang siapa dengan sengaja
menyampaikan SPT tidak benar dapat dipidanakan
dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara, serta denda 4 kali pajak
terutang”.
Pelangaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh Paulus Tumewu:
1. Tidak melaporkan SPT secara benar
Penjelasan
yang tertuang dalam pasal 13 A UU No. 28 tahun 2008 yang menyatakan bahwa:
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila
kealpaannya tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak
tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen)
dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
oleh Dirjen Pajak
Pasal 39
ayat 1(e) yang berisi: Setiap orang dengan sengaja menolak untuk dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.
3. Memperlihatkan pembukuan secara
palsu
Pasal 39
ayat 1(f) yang berbunyi: Setiap orang dengan sengaja memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau
tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
C. Hukum
Pajak Dalam Undang Undang KUP
Pajak dapat
ditinjau dari berbagai pendekatan disiplin ilmu, seperti ilmu hukum, ekonomi,
politik, dan sosial (sosiologi). Dalam pendekatan hukum, Rochmat Soemitro
mendefinisikan pajak sebagai:1 “Suatu perikatan yang timbul karen
undang-undang, yang mewajibkan orang yang memenuhi syarat (tatbestand)
yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu
kepada negara yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan,
fungsi budgeter)”
Pengertian atau definisi pajak yang berasal dari Undang-Undang
KUP (UU 28/2007) yang tercantum dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Undang-undang KUP sendiri telah mengalami tiga kali perubahan
sejak diundangkan pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mulai berlaku
sejak 1 Januari 1984. Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor 9 Tahun 1994
dan mulai berlaku 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor 16
Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan
dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008 sampai
sekarang.
D. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam pajak sendiri ada berbagai macam system pemungutan di
antaranya, yaitu:
1. Official Assessment System : suatu
system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang pemerintah (fiskus)
diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang.
2. Self Assesment
system : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang
memberikan kepercayaan lepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya dibidang perpajakan. Dalam memenuhi hak dan kewajiban
perpajakannya karena pada dasarnya sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah
self assesment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan sendiri pajak yang
terhutang. 2
3.
With Holding System : suatu system pemungutan pajakyang
berdasarkan undang-undang memberi kepercayaan /wewenang kepada pihak ketiga(bukan
pemerintah dan bukan wajib pajak (WP) yang bersangkutan ) untuk memotong atau
memungut pajak yang wajib dipotong /dipungut dari wajib pajak (WP) yang wajib
membayarnya.
Undang-undang KUP
sendiri menganut system pemungutan pajak Self Assessment System. Self
Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :
(1)Setiap
WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya SKP.
(2)Jumlah
Pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3)Apabila
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mendapatkan bukti jumlah pajak yang
terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen
Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.
E.
Perlawanan
Terhadap Pajak
Lepas dari kesadaran
kewarganegaraan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertian tentang
kewajibannya terhadap Negara, sebagian besar di antara rakyat tidak akan pernah
meresapi kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa
menggerutu. Bahkan, bila ada sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya
cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak. Dalam usaha perlawanan
inilah, terletak faktor utama dari perlawanan terhadap pajak, yang dapat di
bedakan ke dalam:
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif ini terdiri dari hambatan-hambatan
yang mempersukar
pemungutan pajak dan erat hubungannya
dengan struktur ekonomi suatu Negara, dengan
perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak
itu sendiri.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan
perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk
menghindari pajak di antaranya dapat dibedakan dengan cara-cara sebagai berikut
:
• Penghindaran diri dari pajak
• Pengelakan/ penyelundupan pajak
• Melalaikan pajak
• Penghindaran diri dari pajak
• Pengelakan/ penyelundupan pajak
• Melalaikan pajak
Dari berbagai macam
perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasar pada self assessmet
system ini, maka dalam undang-undang KUP ini mewajibkan si wajib pajak (WP)
untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), yang dimaksud Surat Pemberitahuan
(SPT) ini sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
KUP, yaitu :
Surat yang oleh Wajib
Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap Wajib Pajak wajib
mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Yang dimaksud dengan
benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah:
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk
benar dalam penerapan ketentuan
peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang
berkaitan dengan objek pajak dan
unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek
pajak dan unsur lain yang harus diisikan dalam SPT.
Bahkan kewajiban
untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap ini juga
ada sanksi pidananya seperti yang tercantum dalam UU KUP Pasal 38, yaitu :
Setiap orang yang karena kealpaannya:
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan
yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit
1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu)
tahun.
Dan juga di Pasal 39 ayat (1) menyatakan
bahwa,
Setiap orang yang dengan sengaja:
a.tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk
dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain
h. tidak menyimpan
buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong
atau dipungut. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Dari isi
pasal-pasal di atas bisa dilihat bahwa kedua-duanya memiliki sanksi pidana baik
di Pasal 38 yang karena kealpaan juga Pasal 39 yang karena kesengajaan.
Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada 2 jenis penegakan hukum, yaitu:
Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada 2 jenis penegakan hukum, yaitu:
1.
Penegakan Hukum Administrasi
Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang
menyimpang dapat dibenahi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perhatian untuk
mendapatkan penanganan adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari
si subjek. Penegakan hukum administrasi kurang memberikan tekanan pada si
subjek atau pelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada perbuatannya.
Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah dibidang pajak,
jadi bukan oleh hakim.
2.
Penegakan Hukum Pidana
penegakan hukum
pajak selain dari penegakan hukum administrasi pajak berupa keberatan dan banding
atas sengketa pajak antara wajib pajak dengan pemungut pajak, selanjutnya adalah
penegakan hukum pidana pajak Berbicara hukum pidana pajak, tidak lepas dari
adanya pelanggaran atas norma-norma hukum pidana pajak atau dengan kata lain merupaka
penegakan hukum atas adanya tindak pidana pajak yang dilakukan. Tindak pidana
pajak adalah jenis tindak pidana yang berada diluar Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), yang merupakan jenis pidana administrasi (administrative
penal law). Posisi menyusul hukum pidana setelah hukum administrasi ini
kemudian menjadi dilematis karena terletak antara dua pandangan. Pandangan
pertama yaitu bahwa hukum pidana merupakan ultimum remidium atau upaya
terakhir dalam penegakan hukum setelah diberikan peluang penyelesaian hukum
lewat cabang hukum lain, misalkan hukum administrasi, perdata, dll. Pandangan
pertama ini senada dengan pengertian hukum pidana administrasi yang diajukan
Barda Nawawie Arief dan senada dengan asas subsidiaritas dalam hukum pidana.
Pandangan kedua yang berorientasi kepada pendayagunaan hukum pidana untuk tercapainya
tujuan publik dari hukum pidana menyatakan bahwa setelah adanya penegakan hukum
administrasi (sanksi administratif) pada suatu tindak pidana administrasi tidak
menghilangkan sanksi pidana atas perbuatan tersebut.9
Penegakan hukum pidana dilakukan melalui melalui proses
peradilan. Dalam rangka penegakan hukum pidana di mungkinkan adanya kumulasi
eksternal atas penerapan sanksi. Penerapan sanksi kumulatif secara eksternal
adalah pengenaan sanksi administrasi dan pengenaan sanksi pidana secara
sekaligus.
Di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, yaitu:
Di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, yaitu:
1.
Stelsel Alternatif
Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif
yaitu norma dalam UU ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma dalam UU
yang berbunyi “… diancam dengan pidana penjara atau pidana denda …”.
2.
Stelsel Kumulatif
Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata
“dan”.UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut
stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus menjatuhkan pidana
dua-duanya.
3.
Stelsel Alternatif Kumulatif
Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel
alternatif kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang
menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana
apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan).
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatif karena di dalam isi pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan untuk Pasal 39 ayat (1) UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena menggunakan kata dan antara sanksi denda dan penjaranya.
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatif karena di dalam isi pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan untuk Pasal 39 ayat (1) UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena menggunakan kata dan antara sanksi denda dan penjaranya.
F.
Penetapan Hukum Terhadap Kasus Paulus Tumewu
Kasus Paulus Tumewu ini
memang menurut jaksa berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga melakukan
tindak pidana perpajakan karena telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU
nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
sebelum perubahan oleh UU No 28 tahun 2007 yang isinya pada intinya sama.
Tetapi meskipun Pasal 39 ayat (1) ini menganut penerapan sanksi/stelsel
pemidanaan Kumulatif, dalam UU KUP ini baik yang tahun 2000 maupun yang tahun
2007 juga di Pasal 44 B menyatakan bahwa:(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Bila melihat isi Pasal 44 B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memang sebelum masuk ke Pengadilan Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Hukum Pajak: Tax Amnesty
Kata
Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)”, pembuatan tugas
ini sebagai pemenuhan tugas individu yang diberikan oleh dosen pengajar mata
kuliah hukum pajak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengasuh mata kuliah Hukum Pajak, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang
Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tugas ini. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga tugas
ini memberi manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya di bidang hukum pajak.
Kendari, 02 Januari 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
..........................................................................................
1
Daftar
Isi
...................................................................................................
2
Pendahuluan:
Latar Belakang ......................................................................................
3
Rumusan
Masalah .................................................................................
5
Tujuan
Penulisan ...................................................................................
5
Pembahasan:
Pengertian
Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) ................................... 6
Tarif
dan Utang
Pajak.............................................................................
6
Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif........................................... 8
Peluang dan Tantangan Implementasi Tax
Amnesty di Indonesia......... 9
Analisis SWOT Implementasi
Tax Amnesty......................................... 10
Best
Practise Implementasi Tax Amnesty di Beberapa Negara............. 13
Penutup:
Kesimpulan
............................................................................................ 17
Saran....................................................................................................... 17
Daftar
Pustaka........................................................................................ 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan
nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan selama ini,
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran pembangunan yang cukup
besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan penerimaan untuk pembangunan
tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri,
yaitu pajak. Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang
digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. (Mulyo Agung, 2007).
Taraf hidup masyarakat akan meningkat diperlukan anggaran yang selalu meningkat
pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah Indonesia untuk
tahun 2011. Belanja Negara dalam APBN 2011 sebesar Rp 1.229,6 Triliun meningkat
dari tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 1.126 Triliun. Sedangkan tahun 2012
Belanja Negara dalam APBN dianggarkan sebesar Rp 1.435,4 triliun. Sekarang ini
pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari
sektor pajak. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2011 sebesar 708,9
triliun rupiah atau 64,15 persen dari seluruh penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (ABPN) 2011 Sedangkan untuk tahun 2012 penerimaan pajak
ditargetkan sebesar Rp Rp1.032,6 triliun. Pendapatan negara dari tahun ke tahun
selalu mengalami peningkatan, namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan
di masa yang akan datang terbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal.
Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya
nyata, serta diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya
tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan.
Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun
peningkatan penerimaan pajak itu snediri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa
perluasan objek pajak yang selama in belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan
pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga
masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya. Pemerintah tentu
diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan yang bisa
menarik minat masyarakat menjadi wajib pajak seperti sunset policy. Demikian
juga, salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax
amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan
subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana
yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan
jumlah wajib pajak.
Indonesia pernah
menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena
wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem
administrasi perpajakan secara menyeluruh. Disamping itu peranan sektor pajak
dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah
tidak mengupayakan lebih serius. Pada saat itu penerimaan negara banyak didominasi
dari sektor ekspor minyak dan gas bumi. Berbeda dengan sekarang, penerimaan
pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN Pemerintah
Indonesia Saat ini, sebagai bentuk reformasi perpajakan salah satu agendanya
adalah menerapkan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Bila kita
melihat saat diterapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai perubahan
UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
diundangkan, banyak yang memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut terutama
dalam pasal 37A dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program
pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum
mampumemuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset
Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Dalam
pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa
permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kedua, kekuasaan
Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu besar karena mencakup fungsi eksekutif,
legislatif, dan yudikatif sekaligus sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam
melayani hak wajib pajak yang berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak.
Ketiga, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan
perpajakan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian tax amnesty?
2.
Mengapa
penerapan tax amnesty dapat dijadikan sebagai alternatif?
3.
Bagaimana
contoh pelaksanaan tax amnesty di Negara lain?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
memahami pengertian dari tax amnesty
2.
Untuk
mengetahui kenapa tax amnesty dapat dijadikan alternatif
3.
Untuk
mengetahui bagaimana praktik tax amnesty yang diberlakukan di Negara lain
selain Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)
Tax amnesty adalah
suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu
untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan
kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak
sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya
berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak pajak masa lalu. Dalam
beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman
yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak
mengambilnya.
Kebijakan
Tax Amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1984.
Demikian juga kebijakan lain yang serupa berupa Sunset Policy telah
dilakukan pada tahun 2008. Sejak Program Sunset Policy diimplementasikan
sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak
5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya
penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta,
NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya 17,16
juta (data DJP, 2010 kuartal 1) Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun
sunset policy sekalipun secara psikologis sangat tidak memihak pada
wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak. Kalaupun kebijakan itu
diterapkan di suatu negara, harus ada kajian mendalam mengenai karakteristik
wajib pajak yang ada di suatu negara tersebut karena karakteristik wajib pajak
tentu saja berbeda-beda. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah
karakteristik wajib pajak memang banyak yang tidak patuh, sehingga tax
amnesty tidak akan menyinggung para WP yang taat membayar pajak. Selain
itu, pola tax amnesty seperti model sunset policy hanya bisa diterapkan.
Sekali dalam seumur hidup wajib pajak.
2. Tarif
dan Utang Pajak
Secara teori
pemungutan pajak tidak terlepas dari rasa keadilan, sebab keadilan dapat
menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Dalam penetapan tarifnyapun harus mendasarkan pada prinsip-prinsip
keadilan. Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Tarif
pajak dimaksud adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak
yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase. Apabila
melihat timbulnya utang pajak, bahwa utang pajak timbul karena Surat Keputusan
Pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang.
Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Terhapusnyaa
utang pajak disebabkan antara lain :
1. Pembayaran
Utang pajak yang
melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke Kas
Negara.
2. Kompensasi
Keputusan yang ditunjukkan kepada
kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak
diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai
tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
3. Daluwarsa
Daluwarsa
diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak,
daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan uang pajak tidak
dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain,
apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
4. Pembebasan
Utang pajak
tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan
pada umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi diberikan terhadap
sanksi administrasinya.
4. Penghapusan
Penghapusan
utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikan karena
keadaan keuangan Wajib Pajak.
3.
Penerapan Tax Amnesty Sebagai
Alternatif
Bagi banyak
negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkal dijadikan alat untuk
menghimpun penerimaan negara dari sektor paja (tax revenue) secara cepat
dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program tax amnesty ini dilaksanakan
karena semakin parahnya upay penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh
manfaat perolehan
dana, terutama
kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai
kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk berup menurunnya kepatuhan
sukarela (voluntary compliance) dari wajib pajak patuh,
bilamana tax amnesty dilaksanakan dengan program yang tidak tepat.
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di
beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan
pengampunan pajak seperti di Afrika Selatan, Irlandia dan India, dengan maksud
untuk mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta menganalisis
faktor-faktor yang menyebabkan program ini dapat berhasil dan mencapai target
yang ditetapkan, serta perspektifnya bagi pebisnis Indonesia. Berdasarkan
penelitian (Enste & Schneider, 2002), bahw besarnya persentase kegiatan
ekonomi bawah tanah (undergroun economy), di negara maju dapat mencapai
14 – 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan di negara berkembang
dapat mencapa 35 – 44 persen dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak
pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan
(SPT) Pajak Penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak (tax
evasion).
Penyelundupan
pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang
jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan
ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang
dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan negara karena berarti
hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai program
pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab
itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belu dibayar dari
kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan
pajak (tax amnesty)
4.
Peluang dan Tantangan
Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
Ada beberapa
langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Pajak
guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan
program Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan
untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan
penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan.
Demikian juga akan dilakukan kenaikan tarif cukai tembakau mulai tahun 2012
yang rata-rata sebesar 12,2 persen. Upaya berikutnya adalah akan dilakukan
peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor serta
peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. Termasuk penyempurnaan
implementasi Indonesia National Single Windows (INSW) serta
pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. Selain itu
salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam sistem perpajakan yang berguna
meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun
persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja
adalah melalui program tax amnesty. Salah satu tujuan pengampunan pajak
ini diharapkan dapat mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang
selalu dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu
dihindari, berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly.” Pada dasarnya
inovasi atau upaya ini dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang
diharapkan bila kebijakan tax amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat
mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat
digunakan sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk
menstimulasi perekonomian nasional. Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan
pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran
pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya
penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya. Para
pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban
pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya
pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset
dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun
1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat
dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.
5.
Analisis SWOT
Implementasi Tax Amnesty
Bila digunakan
analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan implementasi penerapan Tax Amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut
:
Strength
(Kekuatan)
1. Sumber
daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah memadai yang
dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax amnesty. Demikian juga
infrastruktur pendukung lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah
sebesar 32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta
orang berarti rationya adalah 1 : 625. Walaupun ke depan sangat perlu untuk
ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap tahunnya mempunyai tren meningkat..
2. Bila
kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan maka akan menciptakan
kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan
kewajiban perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset
policy maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang
hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Kondisi
ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin pemberlakuan tax amnesty.
Beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Korea Selatan dan lain-lain,
memberlakukan tax amnesty pada saat ekonomi negara tersebut dalam kondisi
stabil.
4. Dengan
diadakannya sensus pajak tahun 2011 maka dapat diketahui gambaran mengenai
kondisi wajib pajak, potensi maupun karakteristik wajib pajak yang dapat
meberikan masukan bagi pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak
implementasi tax amnesty dilakukan.
Weakness (Kelemahan )
1.
Tidak mempunyai payung
hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang
dapat memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib pajak
dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan
maka berarti harus di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang)
yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih
lama karena tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan
Rakyat).
2. Pernah dilaksanakan implementasinya. Pertama,
pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden
RI No. 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara
berturut-turut diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak.
Keputusan Menteri Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Pengampunan
Pajak jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyessuaian
Untuk Penghitungan Pajak Penghasilan. Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty
tersebut masih rendah, efektifitas ini terukur dari rendahnya partisipasi
peserta tax amnesty tersebut.
3. Reformasi dan penataan sistem perpajakan
sedang dilakukan baik perbaikan potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi,
pengembangan teknologi informasi, perbaikan sumber daya manusia serta pengawasan.
Oleh karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak optimal.
Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.
Opportunity (Peluang)
1. Program
ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup banyak
di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di
luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila pemerintah secepatnya
menerapkan pengampunan pajak. Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar
US$ 20-40 miliar atau setara Rp 360 triliun. (data Kadin, 2009) Dana tersebut disimpan
di sejumlah bank di Singapura dan Australia.
2.
Sejumlah negara telah
sukses memberlakukan tax amnesty, salah satu diantaranya adalah Afrika Selatan, Korea Selatan dan
India.
3. Tingkat
kepercayaan masyarakat yang masih tinggi merupakan salah satu
peluang untuk mewujudkan tujuan
akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak
4. Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang selalu membaik memberikan
kesempatan
untuk dapat diterapkannnya kebijakan tax amnesty.
5. Tax amnesty dapat
berpengaruh positif bagi pasar uang pada Bursa Efek
Indonesia. Bila kebijakan ini
diterapkan maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena perusahaan-perusahaan
tidak perlu khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah
perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon
emiten untuk mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka.
6.
Bila program tax
amnesty berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai beberapa
keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan
pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan diimplementasikan tax
amnesty maka asset recoverynya lebih mudah karena tidak perlu
melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil
asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah
kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau pengembalian asset
korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil.
Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax
amnesty
Treat (Tantangan )
1. Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat
Jenderal Pajak adalah antara lain terus dikembangkan hubungan kerja sama
internasional baik dengan institusi negara-negara lain maupun lembaga keuangan internasional
untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi perpajakan.
2. Beberapa
peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti ”Kasus Gayus” berakibat pada
penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan
melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).
3. Banyaknya
permasalahan yang timbul terkait pengampunan pajak sehingga aturannyapun
menjadi semakin kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai kepentingan.
4. Saat
ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain terkait peningkatan tax ratio
penerimaan pajak terhadap PDB. Tax ratio Indonesia sampai saat ini
masih rendah berkisar 13 persen bila dibandingkan dengan beberapa negara
tetangga, sehingga kebijakan tax amnesty adalah salah satu upaya
alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di kalangan masyarakat.
6
. Best
Practise Implementasi Tax Amnesty di
Beberapa Negara
Indonesia
pernah menerapkan pengampunan pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya belum
efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan
reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh.
Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke
masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak sendiri. Pemberian tax
amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun yang lebih
penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku WP, sehingga
diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.
Pada
dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bisa diimplementasikan
bila Tax Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan belajar
dari negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak seperti
Afrika Selatan, Italia, India, Korea Selatan dan lain-lain. Pemerintah Afrika
Selatan menerapkan strategi melalui “Pull and Push Strategy.”
Mekanisme strategi Pull adalah dengan menarik atau memberikan insentif
kepada wajib pajak agar wajib pajak tertarik untuk ikut serta dalam program
ini. Salah satu caranya adalah dengan penghapusan denda dan atau bunga pajak
terutang atau pembayaran tebusan dengan tarif yang rendah. Push,
dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya WP tidak mau
berpartisipasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan
kualitas audit tax, strategi pemilihan target penyidikan yang tepat dan
transparan hasil penyidikan serta sanksi
pidana
pajak sementara sebelum program amnesti diumumkan. Pada dasarnya banyak warga
negara Afrika Selatan sebelumnya banyak yang menyimpan dana atau hartanya di
luar negeri dengan berbagai alasan. Bukan saja untuk menghindari ketentuan
regulasi terhadap pengawasan nilai tukar (exchange control regulations),
namun juga kesulitan mengungkapkan sumber-sumber yang diperoleh di dalam dan
luar negeri. Tingkat pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri
di masa lalu di Afrika Selatan cukup tinggi. Misalnya bunga yang diperoleh dari
bank dan rekening kepemilikan atas properti di luar negeri yang harus dikenai
pajak. Sejak tahun 1997 di Afrika Selatan terdapat tambahan formulir bagi foreign
passive income yang dikenai pajak bagi penduduk Afrika Selatan. Salah satu
contohnya adalah penghasilan atas bunga dan royalti. Hal ini kemudian
diberlakukan bagi seluruh penduduk Afrika Selatan sejak tanggal 1 Januari 2001.
Tujuan utama amnesti pajak di Afrika Selatan antara lain, adalah :
1.
Mewajibkan
penduduk Afrika Selatan patuh terhadap ketentuan exchange control dan masalah-masalah perpajakan pada
umumnya.
2.
Memberi
kewenangan bagi South African Revenue Services (SARS) dan Exchange
Control Department of the South African Reserve Bank (SARB) mengawasi
assets milik warga Afrika Selatan yang berada diluar negeri.
3. Memfasilitasi pengembalian
aset yang berada di luar negeri.
4. Meningkatkan penerimaan pajak
di masa yang akan datang.
Dalam
sejarahnya, Afrika Selatan telah melaksanakan amnesti pajak tiga kali, yaitu
pada 1995, 1996 dan 2003. Selain itu, pada 2003 diberlakukan special amnesty,
dimana ruang lingkupnya dibatasi hanya pada pengakuan aset rakyat atau wajib
pajak yang ada di luar negeri, juga transaksi yang berkaitan dengan pelanggaran
lalu lintas devisa. Secara labih spesifik, amnesti pajak ini dibatasi hanya
kepada mereka yang memiliki aset di luar negeri namun belum membayar pajak di
masa lalu. Dalam pengampunan pajak ini, jenis pajak yang diampuni hanya
terbatas pada PPh Orang Pribadi (Personal Income Tax), termasuk juga
pajak atas warisan (estate duty). Sedangkan PPN dan withholding taxes
tidak tidak termasuk dalam program ini. Banyak hal yang dapat menjadi
masukan dengan merujuk keberhasilan Afrika Selatan dalam melakukan amnesti
pajak. Adanya program amnesti ini sebagai bagian dari program pengelolaan
perpajakan secara baik yang merupakan tulang punggung penerimaan negara dalam
APBN. Saat ini penerimaan negara dari sektor perpajakan telah mencapai 70-80%
dalam APBN sehingga hal tersebut sudah merupakan masalah nasional, sebagaimana
yang dikatakan tax amnesty 2003 memberikan penghapusan tuntutan tindakan pidana
yang terbatas hanya yang menyangkut pidana perpajakan dan peraturan lalu lintas
devisa. Dengan demikian kepemilikan aset di luar negeri yang berasal dari
aktivitas illegal atau kriminal lainnya, seperti hasil korupsi, hasil
kejahatan, hasil transaksi narkoba, ataupun hasil pencucian uang (money laundering),
tidak berhak untuk mendapatkan pengampunan pajak. Khusus bagi aset yang
disimpan di dalam negeri dan berasal dari penghasilan dalam negeri namun belum
dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya, tidak akan mendapatkan
fasilitas pengampunan ini, SARS tetap akan memberikan fasilitas dalam bentuk
penghapusan atas sanksi denda sebesar 200% dan juga pemberian kelonggaran dalam
mencicil kewajibannya. Disini SARS tidak memberikan fasilitas penghapusan
maupun pengurangan hutang pokok pajak dan bunganya. Dalam kasus tax amnesty negara
Afrika Selatan, antusias masyarakat Afrika Selatan dengan adanya fasilitas
amnesti ini sangat besar, terlihat dari tren pendaftaran secara eksponal dimana
proporsi jumlah wajib pajak dan masyarakat yang mendaftar saat menjelang deadline
melonjak secara drastis. Dan bagi WP yang diterima permohonannya harus membayar uang tebusan
dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal persetujuan aplikasi
amnestinya. Ada beberapa kondisi amnesti pajak sebagaimana yang dijalankan
pemerintah Afrika Selatan dapat diterapkan di Indonesia, setidaknya dijadikan
bahan pertimbangan dan masukan informasi pengampunan pajak. Perlu diperhatikan
ada beberapa persyaratan mendasar yang harus dipenuhi si pemohon sebelum
menjalankan program tax amnesty di Afrika Selatan. Beberapa hal penting yang
menjadi acuan atau langkah –langkah implementasi program tax amnesty,
antara lain :
1.
Penelitian
dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan program pengampunan pajak sangat diperlukan.
2.
Optimalisasi
strategi ”pull and push”
3.
Mendefinisikan
dan mengkomunikasikan, maksud dan tujuan dari program secara tepat dengan baik.
4.
Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat
dari seluruh jajaran organisasi.
5.
Mendapatkan
persetujuan dan dukungan yang kuat dari parlemen.
6.
Tidak
melakukan perubahan persyaratan administrasi di tengah jalan, misalnya
perubahan bentuk dan isi
formulir, setelah program diumumkan.
7.
Pastikan
bahwa program amnesti memberi manfaat sekaligus kenyamaanan bagi yang berpartisipasi, sebaliknya menimbulkan
rasa was-was yang tinggi bila tidak berpartisipasi.
8.
Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya
kurang jelas.
9.
Melibatkan
kalangan profesional sebanyak mungkin seperti akuntan, pengacara, konsultan
pajak, dunia perbankan, kalangan akademisi, pengamat, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan lain-lain.
10. Segera umumkan ke masyarakat luas jika
pemerintah dan parlemen telah memutuskan untuk melaksanakan program amnesti
ini.
11. Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan
masyarakat luas dengan strategi yang tepat dan terarah.
12. Seharusnya konsep amnesti pajak perlu
dipikirkan secara mendalam karena didalamnya tidak termasuk kewajiban membayar
denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya harta kekayaan (assets) yang
belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan mengenai besarnya pajak yang
belum dibayarkan atau masih kurang bayar tetap harus di bayar oleh WP. Rencana
pemberian pengampunan pajak juga memiliki konsekuensi akan hilangnya hukuman
sandera badan (gijzeling) bagi penunggak pajak, sehingga perlu kajian
mendalam aspek yuridis berkaitan dengan wajib pajak bermasalah khususnya
penunggak pajak besar.
13. Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa
menjadi motivatorbagi wajib pajak untuk tidak membayar pajak (menunda melunasi utang
pajaknya). Karena yang bersangkutan berpandangan akan mendapat pengampunan
pajak lagi.
14. Penerapan pengampunan pajak ini harus
menjadi bagian dari reformasi perpajakan dan bukan terpisah (komprehensif),
yang dapat berdampak pada kontraproduktif.
15. Diwaspadai dalam penerapan pengampunan
pajak ini, adanya kepentingan tertentu dari segelintir pengusaha besar (yang bermasalah
dengan tax voluntary rendah). Idealnya tax amnesty ini dapat
berlaku untuk semua orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir
pengusaha saja.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas ada beberapa hal yang dapat di simpulkan antara lain sebagai
berikut :
a.
Tax
amnesty dapat
diimplementasikan di Indonesia, namun harus mempunyai payung hukum sebagai
dasar serta tujuan yang jelas dalam pelaksanaan tax amnesty.
b.
Salah satu kelemahan Tax amnesty bila
diterapkan di Indonesia adalah dapat mengakibatkan berbagai penyelewengan dan
moral hazard karena sarana dan prasarana, keterbukaan akses informasi serta
pendukung lainnya belum memadai sebagai prasyarat pemberlakuan tax amnesty
tersebut.
c.
Implementasi
Tax amnesty dalam jangka pendek sebaiknya ditunda terlebih dahulu
menunggu kesiapan berbagai perangkat dan piranti hukum yang melandasi
pelaksanaan kebijakan ini. Namun dalam rangka meningkatkan penerimaan negara
pemerintah (Dirjen Pajak) dapat menerapkan kebijakan-kebijakan inovatif lainnya
seperti Sunset Policy, Tax holiday dan lain-lain yang dapat
menggantikan kebijakan tax amnesty yang masih mendapat pertentangan dari
berbagai lapisan masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini ada kecenderungan tax
avoidance sebagai efek kasus Gayus.
2.
Saran
1.
Penerapan
Tax Amnesty harus dilandasi payung hukum berupa Undang undang dan
kejelasan syarat dan tujuannya.
2.
Pemberian
kebijakan pengampunan pajak semestinya tidak hanya menghapus hak tagih atas
wajib pajak (WP) tetapi yang lebih penting lagi adalah memperbaiki kepatuhan
WP, sehingga pada jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan pajak.
3.
Implementasi
Tax Amnesty dapat diterapkan bila syarat-syarat keterbukaan dan akses
informasi terhadap masyarakat terpenuhi oleh karena itu apabila tax amnesty akan
diterapkan harus menggunakan tax amnesty bersyarat.
4.
Tax
amnesty dapat diterapkan
terutama pada bidang-bidang atau sektor sektor industri tertentu saja yang
dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat
terpenuhinya kesiapan sarana dan prasarana pendukung lainnya.
Daftar Pustaka
Agung,
Mulyo, Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia, Penerbit Dinamika Ilmu,
Jakarta, 2007
Brotodihardjo
R. Santoso, Pengantar Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung, 1998
Enste,
H. Dominik & Schendik, Frederick, Shadow Economies: Size, Causes and
Consequences, Journal of Economic Literature, Vol. XXXVIII March
2000, pp 77-114
Forum
Diskusi Ilmiah Perpajakan, berjudul Amnesti Pajak Perlu Prasarat Tax Reform,
(http://groups.yahoo.com/group/forumpajak/message/10744)
Ilyas,
B. Wirawan, Suhartono Rudy, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak
Penghasilan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2007
Kotler,
Philip dan Keller L. Kevin, Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Indeks,
Jakarta, 2006
Muhammad,
Suwarsono, Manajemen Stratejik: Konsep dan Kasus, Penerbit AMP. YKPN,
Yogyakarta 2000
Santoso,
Urip & Justina, Setiawan. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa
Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No.
2 Juli 2009
Silitonga,
Erwin, Makalah berjudul: Ekonomi bawah Tanah, Pengampunan Pajak dan Referandum,
2006
Slegman,
R.A. Edwin, Essays in Taxation, New York, 1925
Subiyantoro,
Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi,
Penerbit Buku Kompas, 2004
Sukirno.
Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi ke-2, PT. Raja grafindo
Persada, Jakarta, 1997
Tambunan,
Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan
Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000
Yusuf,
A, Harry, dalam www.pajak2000.com/news_print.php?id=307
http://nindityo.com/2008/03/23/sunset-policy-pengampunan-pajak-di-uukup-2008/
http://vibizmanagement.com/journal.php?id=425&sub=journal&awal=10&page=tax
Langganan:
Komentar (Atom)



