Rabu, 14 November 2018

Berbagi Pengalaman Serta Tips Dalam Menaklukkan Passing Grade Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS 2018

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh..

Kali ini saya akan sedikit berbagi pengalaman seputar seleksi CPNS 2018 dimana Alhamdulillah saya berhasil mencapai nilai passing grade yang ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin pengalaman saya ini bisa sedikit membantu teman-teman yang belum melaksanakan tes SKD.

Seperti kita ketahui bahwa tahapan pertama dalam seleksi CPNS yaitu seleksi administrasi, jangan sepelekan hal-hal sekecil apapun dalam persyaratan administrasi. Saya pun demikian, dari tahap seleksi administrasi saya usahakan dengan sepenuh hati memenuhi segala persyaratan seribet apapun. Mengurus legalisir ijazah, transkrip nilai serta surat keterangan akreditasi di kampus yang sebenarnya saya sangat malas lagi untuk berurusan. Belum lagi mengurus legalisir KTP dan Kartu Keluarga yang hanya bisa dilakukan oleh Discapil Kabupaten dimana jarak yang harus ditempuh sangat jauh dan butuh biaya. Namun semua itu harus saya usahakan jika ingin lulus tahap administrasi ini, dan ketika pengumuman seleksi administrasi saya dinyatakan lulus, Alhamdulillah tahap awal terselesaikan. Banyak juga orang yang bahkan harus gugur di tahap administrasi ini, sungguh sangat disayangkan.

Setelah dinyatakan lulus administrasi, disinilah perjuangan sesungguhnya dimulai, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Dengan berbekal beribu-ribu materi serta contoh soal yang tersebar, serta aplikasi android mengenai simulasi tes CAT Seleksi Kompetensi Dasar, mulailah saya dengan sepenuh hati mempelajarinya. Berhubung instansi yang saya lamar mendapat jadwal yang tidak terlalu awal menjadi keuntungan sendiri karena bisa mempunyai waktu lebih banyak untuk belajar. Sambil sesekali saya sering berfikir pesimis mengingat kuota formasi yang saya lamar hanya berjumlah 2 biji, entahlah saat itu saya mungkin bisa dikatakan modal nekat saja, karena saya juga sadar akan kemampuan otak saya yang pas-pasan. Ditambah lagi banyak beredar berita mengenai minimnya peserta yang mencapai passing grade di instansi/lembaga yang telah lebih awal melaksanakan tes SKD. Disitulah perasaan tidak percaya diri semakin bertambah, namun sekuat mungkin saya hilangkan perasaan tersebut dan fokus belajar. Mulailah saya  mempelajari materi materi yang sudah saya download dari beberapa sumber, dan yang paling membuat saya kesusahan yaitu mempelajari soal-soal yang berhubungan dengan Matematika. Jujur saja dari Sekolah Dasar sampai bangku kuliah saya paling anti sama pelajaran Matematika, Mathematic is the most difficult study in the world. Untuk itu saya lebih meluangkan banyak waktu belajar matematika, meskipun saya merasa mustahil bisa mengerjakan soal matematika.

Seperti yang kita ketahui dalam SKD ini ada 3 kategori yang harus kita capai nilai passing grade nya, yaitu Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensi Umum (TIU), dan Tes Kepribadian (TKP). Untuk materi TWK yang banyak beredar yaitu seputar perjalanan sejarah Indonesia dari masa penjajahan sampai dengan merdeka, Pancasila, UUD 1945, Tata Negara, Lembaga-Lembaga Negara, Hubungan Internasional, Tata Bahasa Indonesia sesuai EYD, dll.. sedangkan untuk TIU yaitu seputar Matematika (Aljabar, algoritma, deret), penalaran verbal, antonim-sinonim, premis, dll. Sedangkan yang terakhir yaitu TKP yang merupakan soal-soal yang butuh konsentrasi tingkat tinggi, tidak ada jawaban benar ataupun salah. Setiap hari sebisa mungkin saya mempelajari materi serta latihan menjawab soal melalui aplikasi android disela kesibukan pekerjaan kantor. Saya usakahan sebelum tidur dan sesudah bangun tidur untuk terus mengerjakan soal latihan, selain untuk mengasah materi yang sudah dipelajari seharian, juga sebagai ajang latihan dalam mengerjakan soal dengan berburu waktu.

Ketika saya sudah mendapatkan jadwal pelaksanaan ujian yaitu hari Senin tanggal 5 November 2018, disitu perasaan gugup dan kadang tidak tenang mulai menghantui. Namun melihat postingan di facebook tentang orang-orang yang lulus passing grade membuat saya berfikir, mereka saja bisa masa saya tidak bisa. Dari situlah keyakinan untuk bisa lulus passing grade semakin meningkat, yang ada dalam fikiran saya pada saat itu saya ingin seperti mereka, keluar dari ruangan ujian dengan perasaan bahagia dan senyum merekah.

Tibalah hari Senin, hari paling menegangkan setelah sidang ujian skripsi. Saat itu saya mendapatkan jadwal di sesi ke 4 (pukul 14.30), dari kantor saya langsung berangkat ke tempat ujian dengan membawa tekat dan rasa gugup yang melanda. Untuk sesi ke 4 ada sekitar 240 peserta, dan cuma 1 orang yang saya kenal dalam sesi tersebut. Setelah mengantri beberapa saat untuk registrasi serta pengecekan, saatnya kami memasuki ruangan tanpa AC tersebut. Suasananya Alhamdulillah tenang dan adem.

Waktu pengerjaan soal dimulai setelah mengisi form login, saya langsung menjalankan sesuai tips yang beredar yaitu mengerjakan soal TKP terlebih dahulu, dan saya rasa cukup membantu karena beberapa kali saya melirik ke peserta yang lain banyak yang mengerjakan soal TWK terlebih dahulu, hasilnya saya sudah mengerjakan banyak soal dan sudah berpindah ke TWK, mereka masih stuck di soal TWK. Kesan pertama setelah mengamati soal-soal dalam TKP "ini kok beda sekali ya dengan soal-soal yang selama ini saya pelajari, ini kok pilihannya mirip-mirip semua, soal-soalnya juga lebih panjang", namun entah kekuatan dan ketenangan dari mana saya langsung gas menjawab soalnya tanpa skip satupun soal yang menurut saya susah. Saya membaca soal dengan sangat cepat bahkan rasanya saya tidak mengambil nafas dalam sekali membaca soal TKP tersebut. Entahlah mengapa saat itu saya rasanya harus berburu dengan waktu karena saya tau bahwa pertanyaan TWK dan TIU yang menurut saya paling rumit masih menanti saya. Adapun tips saya dalam menjawab soal-soal TKP yaitu posisikan lah diri kita sebagai manusia paling berintegrasi di dunia ini, dalam menjawab soal-soal TKP kita dipaksa untuk tidak menjadi pribadi yang egois dan tidak perlu mengikuti kata hati kita yang ingin menjawab ini karna kenyataannya jawabannya adalah itu, atau istilah kasarnya kita diajarkan untuk menjadi orang yang munafik. Biasanya dalam 1 soal, ada dua jawaban yang menurut kita paling benar namun keduanya hampir memiliki makna yang sama. Baca baik baik pertanyaannya karena ada beberapa jawaban menurut kita benar namun ternyata tidak nyambung dengan pertanyaannya. Dan hasilnya...
nilai TKP saya sebesar 148 dari 143.

Selanjutnya yaitu berpindah ke soal TWK. Banyak peserta yang bilang kalau soal TKP adalah yang tersulit, namun menurut saya yang tersulit malah soal TWK, diantara semua materi yang paling saya fokus untuk dibaca dan dihafal yaitu materi TWK ini, alasannya karena melihat contoh soal yang selama ini saya pelajari itu soal-soalnya berupa pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang pasti, seperti pertanyaan "pasal berapa ayat berapa", "Pada tanggal berapa", "Siapa tokoh yang bla bla bla", dll. Namun tanpa disangka pas mengerjakan soal-soal TWK kesan saya "ini kok macam begini soalnya, tak ada satupun materi yang saya pelajari masuk di soal-soal ini". Padahal saya sudah mempelajari sejarah kemerdekaan Indonesia secara detail, namun tak ada satupun pertanyaan yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Kalau begitu tentang apa dong soal-soalnya? jawabannya adalah soal-soal yang lebih kepada penalaran kita terhadap makna pancasila, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Kita tidak perlu menghafal pasal-pasal dalam UUD 1945 ataupun simbol-simbol dalam Pancasila. Kita hanya perlu memaknai makna dari setiap sila pancasila, bagaimana mengidentifikasi setiap hal dalam kehidupan sosial termasuk dalam sila pancasila yang mana. Saran saya bagi teman-teman yaitu tidak perlu lah menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari materi TWK karena sudah saya tekankan bahwa tidak ada satupun yang masuk dalam soal, dan itu bukan saya saja yang mengalami. Dan hasilnya... nilai TWK saya sebesar 85 dari 75.

Yang terakhir adalah soal TIU. Dalam mengerjakan soal TIU entah kenapa saya serasa dimudahkan, karena menurut saya soal TIU lumayan mudah. Untuk soal paling menakutkan (read: Matematika) saya sudah memasrahkan diri untuk menjawab secara asal, kecuali untuk soal-soal mengenai angka deret yang menurut saya sangat mudah serta ada beberapa soal-soal yang pertanyaannya sangat panjang dan berbelit namun ternyata jawabannya sangat mudah. Untuk soal-soal terkait penalaran verbal dan non verbal dibutuhkan konsentrasi yang sangat fokus. Terdapat beberapa soal-soal yang sangat panjang mengenai pemahaman terhadap kalimat, usahakan untuk membaca secara cepat namun cermat. Dan hasilnya nilai TIU saya 100 dari 80.

Disaat saya sudah selesai mengerjakan seluruh soal, terdapat sisa waktu 9 menit. Saya melihat banyak peserta yang sudah keluar dari ruangan meskipun masih terdapat sisa waktu. Namun saya memanfaatkan sisa waktu tersebut untuk memperbaiki jawaban soal-soal TKP, dan saya rasa itu membantu meningkatkan skor TKP saya. Tiba saatnya untuk mengetahui total skor, perasaan saya pada saat itu lebih condong ke 'Tidak Lulus', namun takdir Allah ternyata berpihak kepada saya, saya langsung bertanya kepada panitia untuk memastikan apakah nilai saya ini dinyatakan mencapai passing grade atau tidak. Dan disitu saya langsung diberikan ucapan selamat dari para panitia. Allah maha baik, Allah maha mendengar. Rasa bahagia dan bangga yang tidak terkira saya bisa mengalahkan banyak peserta. Saya bahkan sempat berfikir kalaupun kedepannya terdapat hambatan untuk sampai ke tahap akhir, setidaknya saya pernah merasakan perasaan menang dalam berkompetisi. Dalam perasaan haru dan bahagia tersebut, saya rasanya ingin segera mengetahui bagaimana reaksi orangtua saya ketika mengetahui hal tersebut. Dan hasilnya mereka terharu sekaligus tidak menyangka anak mereka yang belum berguna ini bisa lulus.

Pesan saya untuk teman-teman peserta yang belum beruntung ke tahap selanjutnya, ketahuilah bahwa kami peserta yang lulus passing grade bukan berarti kami lebih baik dan lebih pintar dari kalian. Ini sudah merupakan takdir dari Allah yang Maha Kuasa. Yakinlah akan ada kesempatan dilain waktu.
La tahzan, Innallaha Ma'ana. Maybe the worst of your today be the best of your tomorrow. Percaya dan yakin. Insya Allah.



Rabu, 17 Oktober 2018

Kevin Sanjaya Sukamuljo, Si 'Tengil' Berprestasi Kebanggaan Indonesia



Bagi penggemar bulutangkis, nama Kevin Sanjaya sudah pasti sangat spesial terdengar. Bersama dengan rekannya Marcus Gideon, kini mereka menjadi pemain ganda putra nomor 1 dunia. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa bagi atlet bulutangkis Indonesia. Sebenarnya jika kita melihat kebelakang memang tidak perlu diragukan lagi jika sektor ganda putra (mens double) menjadi kekuatan utama bagi kehebatan bulutangkis Indonesia, jika sebelumnya ada nama pasangan Ricky Subagja/Rexy Mainacky dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang menjadi aset kebanggaan bagi Indonesia, saat ini sudah dipastikan menjadi masa berjayanya pasangan Kevin-Marcus atau yang biasa dikenal dengan julukan ‘Minions’.

Tahun 2017 dapat dibilang menjadi tahunnya Minions, dari seluruh turnamen BWF Superseries yang diadakan sepanjang 2017, mereka berhasil memasuki laga final sebanyak 9 kali, dan menghasilkan 7 gelar Superseries. Bahkan turnamen sebesar All England, China Open, dan Superseries Final berhasil mereka raih dalam setahun. Pencapaian tersebut melampaui rekor yang sebelumnya dipegang oleh pasangan hebat Korea Selatan Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang pernah meraih 6 gelar Superseries dalam setahun. Minions seakan menjadi pasangan yang paling sulit dikalahkan dan sangat ingin dikalahkan oleh pasangan lain.



Untuk Kevin Sanjaya sendiri di mata saya merupakan pemain bulu tangkis yang sangat ‘special’. Perlu dicatat disini saya menyampaikan kesan terhadap kehebatan seorang Kevin Sanjaya tanpa mengesampingkan peran Marcus Gideon sebagai partnernya.  Namun saya hanya akan ingin menyampaikan mengapa saya menganggap Kevin Sanjaya sebagai ‘the special one’.

Seperti yang penggemar bulutangkis ketahui, Kevin itu mempunyai skill bermain di atas rata-rata apalagi jika ditempatkan di posisi depan net. Salah satu kehebatan seorang Kevin Sanjaya yang paling banyak diakui oleh banyak orang bahkan oleh pemain Negara lain yaitu soal kecepatan bermain seorang Kevin. Bahkan ada seorang pemain Negara lain yang mengatakan kalau Kevin itu bisa mengembalikan bola yang bahkan menurutnya sudah mustahil bagi pemain lain untuk menyelamatkan bola tersebut dari serangan lawan. Kalau menurut saya sendiri yang sudah sangat sering mengamati permainan Kevin Sanjaya, Kevin itu pemain yang sangat gesit dan bisa menguasai lapangan dengan lincahnya, kalau saya sendiri menjulukinya sebagai ‘belut’ di lapangan. Dengan postur badan yang bisa dikatakan mungil dibanding  pemain luar, Kevin mampu memanfaatkan postur tubuh nya itu sebagai benteng kokoh dalam defence. Banyak aksi-aksi hebat Kevin Sanjaya di lapangan yang sering mendapat decak kagum dari penonton disetiap turnamennya.

Dibalik kehebatan seorang Kevin Sanjaya dengan kecepatan bermain yang luar biasa  dan defence yang hebat, Kevin sering disoroti karena ulah di lapangan yang sering di anggap provokatif dan bad attitude, kalau di Indonesia sering disebut ‘tengil’. Salah satu ulah tengil yang paling sering dilakukannya saat pertandingan yaitu ketika bola lawan yang diyakini sudah out namun Kevin seolah-olah ingin memukul bola tersebut. Ulah tengil Kevin di lapangan bahkan sering membuat pemain lawan merasa kesal dan pertandingan menjadi panas. Saya masih ingat sewaktu pertandingan melawan pasangan Malaysia Goh V Shem/Tan Wee Kieong dalam Thomas Cup 2018 di Bangkok, saat itu pemain Malaysia Goh V Shem sempat tersulut oleh aksi provokasi Kevin. Pertandingan tersebut menjadi sangat menarik dengan bumbu bumbu emosi antara Kevin Sanjaya vs Goh V Shem. Namun setelah pertandingan, Kevin dan Goh V Shem malah terlihat berbalas komentar dengan hangat di Instagram. Jadi intinya Kevin itu menurut saya hanya bertingkah menyebalkan ketika sedang di lapangan, dan di luar tentu saja bertingkah seperti biasa, mungkin itu hanya strategi seorang Kevin dalam menguji mental lawan mainnya. Tingkah menyebalkan Kevin yang paling banyak mendapat reaksi pro-kontra mungkin pada saat pertandingan melawan pemain Denmark duo Mads (Mads Conrad/Mads Colding) dalam turnamen di rumah sendiri Indonesia Open 2018. Pernah lihat dalam pertandingan bulutangkis seorang pemain mengacungkan thumbs down kepada lawannya? Ya itu dia, Kevin Sanjaya melakukannya. Pertandingan memang sempat panas pada set ketiga dimana saat itu Minions memimpin poin, Kevin tersulut emosi lantaran pemain Denmark terlihat sering mengulur waktu (pemain Eropa khususnya Denmark memang terkenal sering mengulur waktu dalam bermain), dan untungnya berakhir dengan kemenangan Minions dan diakhir pertandingan itulah Kevin melakukan aksi thumbs down tersebut. Hal tersebut menjadi perbincangan ramai banyak pihak, banyak yang menganggap  aksi tersebut tidak pantas dilakukan, bahkan PBSI turun tangan dengan memberikan teguran kepada Kevin. Namun menurut saya, seorang Kevin Sanjaya itu tidak akan melakukan aksi provokasi kepada lawan tanpa sebab, ketika lawan tidak duluan memulai memancing jiwa tengil Kevin, Kevin akan bermain dengan santai seperti biasa. Coba saja perhatikan ekspresi dan cara bicara Kevin ketika sedang di wawancara ataupun dalam sebuah talkshow, sangat berbanding terbalik dengan karakternya di lapangan, lebih terkesan pemalu dan kalem. Pada awalnya sebenarnya saya juga sempat mengganggap Kevin Sanjaya sebagai pemain yang sangat bad attitude dan terkesan sombong, namun setelah mengamati lebih jauh, anggapan saya itu hilang. Menurut saya tingkah tengil Kevin itulah yang membuat pertandingan menjadi lebih menarik dan seru untuk di saksikan. Untuk membahas seorang Kevin Sanjaya sebenarnya akan sangat memakan tulisan yang panjang namun saya rasa cukup sampai disini saja. Masih banyak ulah ulah tengil Kevin yg lain, apalagi urusan asmara dan kehidupan pribadi Kevin (mungkin akan di post lain kali) hahahaha.



T

idak dapat dipungkiri kalau saat ini Minions menjadi ‘tulang punggung’ bagi bulutangkis Indonesia untuk sektor turnamen beregu ataupun persaingan mendapat title juara bagi Indonesia untuk level turnamen superseries 500 ke atas. Meskipun dalam turnamen beregu level Asian Games, Thomas Cup, dan Sudirman Cup Minions belum berhasil mempersembahkan gelar untuk Indonesia, namun peran Minions dalam setiap pertandingan beregu menjadi sangat penting karna selalu dipastikan memetik kemenangan dan berbuah poin dibanding pemain Indonesia lain yang masih belum konsisten, khususnya sektor tunggal putra. Merajai turnamen Superseries akan menjadi kepuasan sendiri bagi banyak pemain khususnya Minions, namun akan sangat membanggakan lagi jika diikuti dengan gelar gelar prestisius seperti turnamen beregu tadi. Kita tunggu saja dalam 2 tahun kedepan, akankah Minions mampu mempersembahkan gelar untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020, Thomas Cup dan Sudirman Cup, atau kejuaraan dunia yang belum mereka cicipi sama sekali..


Jumat, 06 April 2018

Analisis SWOT Pelayanan Jasa “Safe Deposit Box” Bank Mandiri





Layanan Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh, tahan bongkar dan tahan api untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya. Kondisi ketidakpastian selalu menambah rasa khawatir, terutama menyangkut keamanan barang-barang yang tidak ternilai harganya. Bank Mandiri sebagai bank terbesar dan terpercaya sangat mengerti dan selalu memahami kebutuhan pelanggan. Bank Mandiri menawarkan jasa layanan Safe Deposit Box Mandiri untuk tempat menyimpan barang berharga dengan jaminan keamanan dan layanan yang sempurna.

Berikut analisis SWOT dari jasa Safe Deposit Box Bank Mandiri:

1.      Strength (Kekuatan)

·      Ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan sistem keamanan terus menerus selama 24 jam.

·      Kemudahan akses setiap hari termasuk hari libur dengan jam operasional lebih panjang.

2.      Weakness (Kelemahan)

·      Layanan terbatas, tidak semua cabang melayani safe deposit box

·      Belum adanya asuransi apabila nasabah kehilangan barang yang disimpan

3.      Oppurtunity (Peluang)

·      Tarif sewa yang kompetitif dengan bank lain

·      Kepercayaan masyarakat terhadap bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia

4.      Threat (Ancaman)

·      Banyaknya bank lain yang juga menawarkan fasilitas Safe Deposit Box

ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS PELANGGARAN PAJAK


ANALISIS PENERAPAN HUKUM

TERHADAP KASUS PELANGGARAN PAJAK

(STUDI KASUS PADA PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA-PAULUS TUMEWU)





A.      Latar Belakang



Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat/Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan/penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Artinya, keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak. System tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai subjek dan bukan objek semata. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak menurut undang-undang sekarang sama dengan fiskus. Agar suatu Self assessment system berhasil, tidak hanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari wajib pajak . Tanpa dilandasi oleh kesadaran , kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai, maka kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalahgunakan. Untuk itu Administrasi perpajakan harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Salah satu pengendalian administrasi pemingutan pajak adalah dengan adanya kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kita ketahui belakangan ini muncul pemberitaan berbagai kasus pajak seperti kasus “Gayus Tambunan” dan “Paulus Tumewu”, tapi yang menjadi latar belakang dari tugas ini adalah kasus penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak “Paulus Tumewu” yang berdasar hasil penyelidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28 tahun 2007 ) yaitu, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan telah P-21 (berkas dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar surat permohonan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, agar Jaksa Agung mengeluarkan surat untuk menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat atas surat permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri Mulyani). Yang akhirnya Dibalas Menkeu dengan memberi disposisi ke Sekjen Depkeu yang menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok pajak. Paulus meminta Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikan penyidikan dan penuntutan atas dirinya. Dan akhirnya memang berkas kasus pidana pajak “Paulus Tumewu” yang telah P-21 itu tidak berlanjut ke Pengadilan. Padahal di dalam ketentuan Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan alternatif tetapi kumulatif yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. sehingga pemberhentian penyidikan/ pengeluaran SKPP tersebut oleh sebagian kalangan di anggap ada intervensi dari Menteri Keuangan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat tugas ini dengan judul “analisis penerapan hukum terhadap kasus pelanggaran pajak (studi kasus pada PT ramayana lestari sentosa)”.



B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Kronologis Pelanggaran Pajak Yang Dilakukan Oleh Paulus Tumewu

2.      Bagaimana penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengan kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkap menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan ?

C.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk Mengetahui Permasalahan Pelanggaran Pajak Oleh Saudara Paulus Tumewu

2.      Untuk Menjelaskan Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Pajak













A.    Profil Singkat PT Ramayana Lestari Sentosa-Paulus Tumewu

PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk didirikan pada tahun 1978 oleh Paulus Tumewu dan istrinya Tan Lee  Chuan. Ramayana adalah jaringan toko swalayan yang memiliki banyak cabang di Indonesia. Selain department store yang menjual produk sandang seperti baju dan sepatu, Ramayana juga memiliki supermarket atau pasar swalayan yang menjual kebutuhan pangan dan sehari-hari. Supermarket milik Ramayana disebut Ramayana Supermarket. Grup  usaha Ramayana terdiri atas Ramayana, Robinson dan Cahaya. Pada tahun 1996 menjadi perusahaan publik dengan jumlah store lebih dari 45 store. Saat ini Ramayana memiliki 118 store yang tersebar di seluruh Indonesia dan masih akan terus berekspansi. Ramayana terus melakukan berbagai inovasi menarik lainnya dengan mengembangkan konsep belanja satu atap pusat perbelanjaan. Dengan konsep ini, Ramayana semakin tumbuh dengan jaringan ritel yang terbesar di Indonesia. Hingga saat ini jaringan ritel Ramayana telah tersebar di lebih dari 42 kota besar yang ada di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan Ramayana telah membuka jaringan toko di Papua pada tahun 2010. Saat ini perusahaan telah mempekerjakan lebih dari 17.867 orang karyawan yang telah berdedikasi tinggi pada perusahaan. Dengan visi "menjadi jaringan ritel terbesar di Indonesia dengan mengendalikan biaya, meningkatkan layanan pelanggan, pengembangan sumber daya manusia kami dan mempertahankan hubungan saling menguntungkan dengan pemasok dan rekan bisnis" Ramayana akan selalu memanjakan konsumen-nya dengan produk berkualitas tinggi dan harga yang terjangkau.

Paulus Tumewu lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1952. Paulus Tumewu adalah Komisaris Utama PT. Ramayana Lestari Sentosa. Paulus Tumewu. inilah yang mengepalai Ramayana dan Robinson Department Store. Paulus Tumewu pada tahun 2006 menempati urutan ke-15 dari daftar 40 orang terkaya di Indonesia.



B.    Kronologis Pelanggaran Yang Dilakukan



Pada tanggal 31 Agustus 2005, Paulus ditangkap oleh POLRI bersama Ditjen Pajak, karena dianggap telah dengan sengaja mengecilkan omzet yang diterima oleh Ramayana dan tidak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dengan benar,sehingga merugikan negara Rp 399 milyar. Perbuatan Paulus ini berarti melanggar pasal 39 ayat 1b huruf c UU No 16 tahun 2000 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ”barang siapa dengan sengaja menyampaikan SPT tidak benar dapat dipidanakan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara, serta denda 4 kali pajak terutang”.

Pelangaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Paulus Tumewu:

1. Tidak melaporkan SPT secara benar

Penjelasan yang tertuang dalam pasal 13 A UU No. 28 tahun 2008 yang menyatakan bahwa: Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaannya tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

2. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak

Pasal 39 ayat 1(e) yang berisi: Setiap orang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.

3. Memperlihatkan pembukuan secara palsu

Pasal 39 ayat 1(f) yang berbunyi: Setiap orang dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

C.      Hukum Pajak Dalam Undang Undang KUP

Pajak dapat ditinjau dari berbagai pendekatan disiplin ilmu, seperti ilmu hukum, ekonomi, politik, dan sosial (sosiologi). Dalam pendekatan hukum, Rochmat Soemitro mendefinisikan pajak sebagai:1 “Suatu perikatan yang timbul karen undang-undang, yang mewajibkan orang yang memenuhi syarat (tatbestand) yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, fungsi budgeter)”

Pengertian atau definisi pajak yang berasal dari Undang-Undang KUP (UU 28/2007) yang tercantum dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Undang-undang KUP sendiri telah mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1984. Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor 9 Tahun 1994 dan mulai berlaku 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008 sampai sekarang.



D.   Sistem Pemungutan Pajak

Dalam pajak sendiri ada berbagai macam system pemungutan di antaranya, yaitu:

     1. Official Assessment System : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang.

     2. Self Assesment system : suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang memberikan kepercayaan lepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan. Dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya karena pada dasarnya sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assesment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan sendiri pajak yang terhutang. 2

3.    With Holding System : suatu system pemungutan pajakyang berdasarkan undang-undang memberi kepercayaan /wewenang kepada pihak ketiga(bukan pemerintah dan bukan wajib pajak (WP) yang bersangkutan ) untuk memotong atau memungut pajak yang wajib dipotong /dipungut dari wajib pajak (WP) yang wajib membayarnya.

Undang-undang KUP sendiri menganut system pemungutan pajak Self Assessment System. Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :

(1)Setiap WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan   peraturan  perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada  adanya SKP.

(2)Jumlah Pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(3)Apabila Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.



E.       Perlawanan Terhadap Pajak

Lepas dari kesadaran kewarganegaraan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertian tentang kewajibannya terhadap Negara, sebagian besar di antara rakyat tidak akan pernah meresapi kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan, bila ada sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak. Dalam usaha perlawanan inilah, terletak faktor utama dari perlawanan terhadap pajak, yang dapat di bedakan ke dalam:

       1. Perlawanan pasif

        Perlawanan pasif ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar

        pemungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu Negara,   dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.

        2. Perlawanan aktif

 Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung    ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak di antaranya dapat dibedakan dengan cara-cara sebagai berikut :
   • Penghindaran diri dari pajak
   • Pengelakan/ penyelundupan pajak
   • Melalaikan pajak



Dari berbagai macam perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasar pada self assessmet system ini, maka dalam undang-undang KUP ini mewajibkan si wajib pajak (WP) untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), yang dimaksud Surat Pemberitahuan (SPT) ini sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang KUP, yaitu :

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah:

         a.  benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan        ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b.  lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak    dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan

c.  jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yang harus diisikan dalam SPT.

Bahkan kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap ini juga ada sanksi pidananya seperti yang tercantum dalam UU KUP Pasal 38, yaitu :
Setiap orang yang karena kealpaannya:

          a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

          b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak   lengkap,  atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.



    Dan juga di Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa,

    Setiap orang yang dengan sengaja:

           a.tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

           b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

          c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

          d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;

          e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;

          f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;

          g.tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain

          h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau

         i.  tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan  pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.



Dari isi pasal-pasal di atas bisa dilihat bahwa kedua-duanya memiliki sanksi pidana baik di Pasal 38 yang karena kealpaan juga Pasal 39 yang karena kesengajaan.
Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada 2 jenis penegakan hukum, yaitu:

1.      Penegakan Hukum Administrasi

Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang dapat dibenahi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perhatian untuk mendapatkan penanganan adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari si subjek. Penegakan hukum administrasi kurang memberikan tekanan pada si subjek atau pelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada perbuatannya. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah dibidang pajak, jadi bukan oleh hakim.

2.      Penegakan Hukum Pidana

penegakan hukum pajak selain dari penegakan hukum administrasi pajak berupa keberatan dan banding atas sengketa pajak antara wajib pajak dengan pemungut pajak, selanjutnya adalah penegakan hukum pidana pajak Berbicara hukum pidana pajak, tidak lepas dari adanya pelanggaran atas norma-norma hukum pidana pajak atau dengan kata lain merupaka penegakan hukum atas adanya tindak pidana pajak yang dilakukan. Tindak pidana pajak adalah jenis tindak pidana yang berada diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan jenis pidana administrasi (administrative penal law). Posisi menyusul hukum pidana setelah hukum administrasi ini kemudian menjadi dilematis karena terletak antara dua pandangan. Pandangan pertama yaitu bahwa hukum pidana merupakan ultimum remidium atau upaya terakhir dalam penegakan hukum setelah diberikan peluang penyelesaian hukum lewat cabang hukum lain, misalkan hukum administrasi, perdata, dll. Pandangan pertama ini senada dengan pengertian hukum pidana administrasi yang diajukan Barda Nawawie Arief dan senada dengan asas subsidiaritas dalam hukum pidana. Pandangan kedua yang berorientasi kepada pendayagunaan hukum pidana untuk tercapainya tujuan publik dari hukum pidana menyatakan bahwa setelah adanya penegakan hukum administrasi (sanksi administratif) pada suatu tindak pidana administrasi tidak menghilangkan sanksi pidana atas perbuatan tersebut.9



Penegakan hukum pidana dilakukan melalui melalui proses peradilan. Dalam rangka penegakan hukum pidana di mungkinkan adanya kumulasi eksternal atas penerapan sanksi. Penerapan sanksi kumulatif secara eksternal adalah pengenaan sanksi administrasi dan pengenaan sanksi pidana secara sekaligus.
Di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, yaitu:

1.      Stelsel Alternatif

Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu norma dalam UU ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma dalam UU yang berbunyi “… diancam dengan pidana penjara atau pidana denda …”.

2.      Stelsel Kumulatif

Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata “dan”.UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya.

3.      Stelsel Alternatif Kumulatif

Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternatif kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan).
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatif karena di dalam isi pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan untuk Pasal 39 ayat (1) UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena menggunakan kata dan antara sanksi denda dan penjaranya.


F.          Penetapan Hukum Terhadap Kasus Paulus Tumewu
Kasus Paulus Tumewu ini memang menurut jaksa berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan karena telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28 tahun 2007 yang isinya pada intinya sama. Tetapi meskipun Pasal 39 ayat (1) ini menganut penerapan sanksi/stelsel pemidanaan Kumulatif, dalam UU KUP ini baik yang tahun 2000 maupun yang tahun 2007 juga di Pasal 44 B menyatakan bahwa:
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Bila melihat isi Pasal 44 B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memang sebelum masuk ke Pengadilan Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Hukum Pajak: Tax Amnesty


Kata Pengantar



     Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), pembuatan tugas ini sebagai pemenuhan tugas individu yang diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah hukum pajak.

      Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengasuh mata kuliah Hukum Pajak, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.

      Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran demi penyempurnaan tugas  ini. Semoga tugas ini memberi manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya di bidang hukum pajak.





                                                                                             Kendari, 02 Januari 2016



                                                                                                            Penulis

























DAFTAR ISI





Kata Pengantar .......................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................... 2

Pendahuluan:



    Latar Belakang ...................................................................................... 3

    Rumusan Masalah ................................................................................. 5

    Tujuan Penulisan ................................................................................... 5



Pembahasan:

         Pengertian Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) ................................... 6

           Tarif dan Utang Pajak............................................................................. 6

           Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif...........................................  8

         Peluang dan Tantangan Implementasi Tax Amnesty di Indonesia.........  9

         Analisis SWOT Implementasi Tax Amnesty......................................... 10

        Best Practise Implementasi Tax Amnesty di Beberapa Negara............. 13

       Penutup:



          Kesimpulan ............................................................................................  17

          Saran.......................................................................................................  17

          Daftar Pustaka........................................................................................   18





























BAB I

PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang



Pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan selama ini, bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan penerimaan untuk pembangunan tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. (Mulyo Agung, 2007). Taraf hidup masyarakat akan meningkat diperlukan anggaran yang selalu meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah Indonesia untuk tahun 2011. Belanja Negara dalam APBN 2011 sebesar Rp 1.229,6 Triliun meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 1.126 Triliun. Sedangkan tahun 2012 Belanja Negara dalam APBN dianggarkan sebesar Rp 1.435,4 triliun. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2011 sebesar 708,9 triliun rupiah atau 64,15 persen dari seluruh penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) 2011 Sedangkan untuk tahun 2012 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp Rp1.032,6 triliun. Pendapatan negara dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan di masa yang akan datang terbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal. Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya nyata, serta diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun peningkatan penerimaan pajak itu snediri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa perluasan objek pajak yang selama in belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya. Pemerintah tentu diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan yang bisa menarik minat masyarakat menjadi wajib pajak seperti sunset policy. Demikian juga, salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.



Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh. Disamping itu peranan sektor pajak dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah tidak mengupayakan lebih serius. Pada saat itu penerimaan negara banyak didominasi dari sektor ekspor minyak dan gas bumi. Berbeda dengan sekarang, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN Pemerintah Indonesia Saat ini, sebagai bentuk reformasi perpajakan salah satu agendanya adalah menerapkan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.



Bila kita melihat saat diterapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai perubahan UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) diundangkan, banyak yang memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut terutama dalam pasal 37A dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampumemuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Dalam pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kedua, kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu besar karena mencakup fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam melayani hak wajib pajak yang berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Ketiga, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan perpajakan.

















B.       Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian tax amnesty?

2.      Mengapa penerapan tax amnesty dapat dijadikan sebagai alternatif?

3.      Bagaimana contoh pelaksanaan tax amnesty di Negara lain?





C.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk memahami pengertian dari tax amnesty

2.      Untuk mengetahui kenapa tax amnesty dapat dijadikan alternatif

3.      Untuk mengetahui bagaimana praktik tax amnesty yang diberlakukan di Negara lain selain Indonesia

























































BAB II

PEMBAHASAN





1.    Pengertian Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)



Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak mengambilnya.



Kebijakan Tax Amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1984. Demikian juga kebijakan lain yang serupa berupa Sunset Policy telah dilakukan pada tahun 2008. Sejak Program Sunset Policy diimplementasikan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya 17,16 juta (data DJP, 2010 kuartal 1) Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun sunset policy sekalipun secara psikologis sangat tidak memihak pada wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak. Kalaupun kebijakan itu diterapkan di suatu negara, harus ada kajian mendalam mengenai karakteristik wajib pajak yang ada di suatu negara tersebut karena karakteristik wajib pajak tentu saja berbeda-beda. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah karakteristik wajib pajak memang banyak yang tidak patuh, sehingga tax amnesty tidak akan menyinggung para WP yang taat membayar pajak. Selain itu, pola tax amnesty seperti model sunset policy hanya bisa diterapkan. Sekali dalam seumur hidup wajib pajak.





2.    Tarif dan Utang Pajak



Secara teori pemungutan pajak tidak terlepas dari rasa keadilan, sebab keadilan dapat menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam penetapan tarifnyapun harus mendasarkan pada prinsip-prinsip keadilan. Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Tarif pajak dimaksud adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase. Apabila melihat timbulnya utang pajak, bahwa utang pajak timbul karena Surat Keputusan Pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada official assessment system. Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Terhapusnyaa utang pajak disebabkan antara lain :



1.      Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke Kas Negara.



2.      Kompensasi

Keputusan yang ditunjukkan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang.



3.      Daluwarsa

Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan uang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain, apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.



4.   Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan pada umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi diberikan terhadap sanksi administrasinya.



4.      Penghapusan

Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak.





3.     Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif



Bagi banyak negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkal dijadikan alat untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor paja (tax revenue) secara cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program tax amnesty ini dilaksanakan karena semakin parahnya upay penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh manfaat perolehan

dana, terutama kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk berup menurunnya kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dari wajib pajak patuh, bilamana tax amnesty dilaksanakan dengan program yang tidak tepat. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di Afrika Selatan, Irlandia dan India, dengan maksud untuk mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan program ini dapat berhasil dan mencapai target yang ditetapkan, serta perspektifnya bagi pebisnis Indonesia. Berdasarkan penelitian (Enste & Schneider, 2002), bahw besarnya persentase kegiatan ekonomi bawah tanah (undergroun economy), di negara maju dapat mencapai 14 – 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan di negara berkembang dapat mencapa 35 – 44 persen dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak Penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak (tax evasion).

Penyelundupan pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan negara karena berarti hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai program pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belu dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan pajak (tax amnesty)



4.    Peluang dan Tantangan Implementasi Tax Amnesty di Indonesia

Ada beberapa langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Pajak guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan program Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final. Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan. Demikian juga akan dilakukan kenaikan tarif cukai tembakau mulai tahun 2012 yang rata-rata sebesar 12,2 persen. Upaya berikutnya adalah akan dilakukan peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor serta peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. Termasuk penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW) serta pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam sistem perpajakan yang berguna meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah melalui program tax amnesty. Salah satu tujuan pengampunan pajak ini diharapkan dapat mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang selalu dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu dihindari, berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly.” Pada dasarnya inovasi atau upaya ini dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan tax amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional. Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya. Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun 1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.



5.    Analisis SWOT Implementasi Tax Amnesty



Bila digunakan analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan implementasi penerapan Tax Amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut :



Strength (Kekuatan)



1.      Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah memadai yang dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax amnesty. Demikian juga infrastruktur pendukung lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah sebesar 32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta orang berarti rationya adalah 1 : 625. Walaupun ke depan sangat perlu untuk ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap tahunnya mempunyai tren meningkat..



2.      Bila kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan maka akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan kewajiban perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset policy maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.





3.      Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin pemberlakuan tax amnesty. Beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Korea Selatan dan lain-lain, memberlakukan tax amnesty pada saat ekonomi negara tersebut dalam kondisi stabil.



4.      Dengan diadakannya sensus pajak tahun 2011 maka dapat diketahui gambaran mengenai kondisi wajib pajak, potensi maupun karakteristik wajib pajak yang dapat meberikan masukan bagi pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak implementasi tax amnesty dilakukan.









      Weakness (Kelemahan )

1.      Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang dapat memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan maka berarti harus di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang) yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama karena tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).



2.       Pernah dilaksanakan implementasinya. Pertama, pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden RI No. 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara berturut-turut diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak. Keputusan Menteri Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyessuaian Untuk Penghitungan Pajak Penghasilan. Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty tersebut masih rendah, efektifitas ini terukur dari rendahnya partisipasi peserta tax amnesty tersebut.

3.       Reformasi dan penataan sistem perpajakan sedang dilakukan baik perbaikan potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi, pengembangan teknologi informasi, perbaikan sumber daya manusia serta pengawasan. Oleh karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak optimal. Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.



      Opportunity (Peluang)



1.      Program ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak. Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar US$ 20-40 miliar atau setara Rp 360 triliun. (data Kadin, 2009) Dana tersebut disimpan di sejumlah bank di Singapura dan Australia.



2.      Sejumlah negara telah sukses memberlakukan tax amnesty, salah satu          diantaranya   adalah Afrika Selatan, Korea Selatan dan India.



3.      Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih tinggi merupakan salah satu   

peluang untuk mewujudkan tujuan akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak



      4.  Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang   selalu membaik memberikan   

           kesempatan untuk dapat diterapkannnya kebijakan tax amnesty.



5.  Tax amnesty dapat berpengaruh positif bagi pasar uang pada Bursa Efek   

Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan maka mempunyai potensi terjadi penambahan   emiten baru karena perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka.



6.      Bila program tax amnesty berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai beberapa keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan diimplementasikan tax amnesty maka asset recoverynya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau pengembalian asset korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil. Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax amnesty



       Treat (Tantangan )

1.       Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak adalah antara lain terus dikembangkan hubungan kerja sama internasional baik dengan institusi negara-negara lain maupun lembaga keuangan internasional untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi perpajakan.

2.      Beberapa peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti ”Kasus Gayus” berakibat pada penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).



3.      Banyaknya permasalahan yang timbul terkait pengampunan pajak sehingga aturannyapun menjadi semakin kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai kepentingan.



4.      Saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain terkait peningkatan tax ratio penerimaan pajak terhadap PDB. Tax ratio Indonesia sampai saat ini masih rendah berkisar 13 persen bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, sehingga kebijakan tax amnesty adalah salah satu upaya alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di kalangan masyarakat.





6 .  Best Practise Implementasi Tax Amnesty di Beberapa Negara



Indonesia pernah menerapkan pengampunan pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya belum efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh. Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak sendiri. Pemberian tax amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun yang lebih penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku WP, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.

Pada dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bisa diimplementasikan bila Tax Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan belajar dari negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak seperti Afrika Selatan, Italia, India, Korea Selatan dan lain-lain. Pemerintah Afrika Selatan menerapkan strategi melalui “Pull and Push Strategy.” Mekanisme strategi Pull adalah dengan menarik atau memberikan insentif kepada wajib pajak agar wajib pajak tertarik untuk ikut serta dalam program ini. Salah satu caranya adalah dengan penghapusan denda dan atau bunga pajak terutang atau pembayaran tebusan dengan tarif yang rendah. Push, dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya WP tidak mau berpartisipasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas audit tax, strategi pemilihan target penyidikan yang tepat dan transparan hasil penyidikan serta sanksi

pidana pajak sementara sebelum program amnesti diumumkan. Pada dasarnya banyak warga negara Afrika Selatan sebelumnya banyak yang menyimpan dana atau hartanya di luar negeri dengan berbagai alasan. Bukan saja untuk menghindari ketentuan regulasi terhadap pengawasan nilai tukar (exchange control regulations), namun juga kesulitan mengungkapkan sumber-sumber yang diperoleh di dalam dan luar negeri. Tingkat pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri di masa lalu di Afrika Selatan cukup tinggi. Misalnya bunga yang diperoleh dari bank dan rekening kepemilikan atas properti di luar negeri yang harus dikenai pajak. Sejak tahun 1997 di Afrika Selatan terdapat tambahan formulir bagi foreign passive income yang dikenai pajak bagi penduduk Afrika Selatan. Salah satu contohnya adalah penghasilan atas bunga dan royalti. Hal ini kemudian diberlakukan bagi seluruh penduduk Afrika Selatan sejak tanggal 1 Januari 2001. Tujuan utama amnesti pajak di Afrika Selatan antara lain, adalah :



1.      Mewajibkan penduduk Afrika Selatan patuh terhadap ketentuan exchange control    dan masalah-masalah perpajakan pada umumnya.

2.      Memberi kewenangan bagi South African Revenue Services (SARS) dan Exchange Control Department of the South African Reserve Bank (SARB) mengawasi assets milik warga Afrika Selatan yang berada diluar negeri.

     3.  Memfasilitasi pengembalian aset yang berada di luar negeri.

     4.  Meningkatkan penerimaan pajak di masa yang akan datang.



     Dalam sejarahnya, Afrika Selatan telah melaksanakan amnesti pajak tiga kali, yaitu pada 1995, 1996 dan 2003. Selain itu, pada 2003 diberlakukan special amnesty, dimana ruang lingkupnya dibatasi hanya pada pengakuan aset rakyat atau wajib pajak yang ada di luar negeri, juga transaksi yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas devisa. Secara labih spesifik, amnesti pajak ini dibatasi hanya kepada mereka yang memiliki aset di luar negeri namun belum membayar pajak di masa lalu. Dalam pengampunan pajak ini, jenis pajak yang diampuni hanya terbatas pada PPh Orang Pribadi (Personal Income Tax), termasuk juga pajak atas warisan (estate duty). Sedangkan PPN dan withholding taxes tidak tidak termasuk dalam program ini. Banyak hal yang dapat menjadi masukan dengan merujuk keberhasilan Afrika Selatan dalam melakukan amnesti pajak. Adanya program amnesti ini sebagai bagian dari program pengelolaan perpajakan secara baik yang merupakan tulang punggung penerimaan negara dalam APBN. Saat ini penerimaan negara dari sektor perpajakan telah mencapai 70-80% dalam APBN sehingga hal tersebut sudah merupakan masalah nasional, sebagaimana yang dikatakan tax amnesty 2003 memberikan penghapusan tuntutan tindakan pidana yang terbatas hanya yang menyangkut pidana perpajakan dan peraturan lalu lintas devisa. Dengan demikian kepemilikan aset di luar negeri yang berasal dari aktivitas illegal atau kriminal lainnya, seperti hasil korupsi, hasil kejahatan, hasil transaksi narkoba, ataupun hasil pencucian uang (money laundering), tidak berhak untuk mendapatkan pengampunan pajak. Khusus bagi aset yang disimpan di dalam negeri dan berasal dari penghasilan dalam negeri namun belum dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya, tidak akan mendapatkan fasilitas pengampunan ini, SARS tetap akan memberikan fasilitas dalam bentuk penghapusan atas sanksi denda sebesar 200% dan juga pemberian kelonggaran dalam mencicil kewajibannya. Disini SARS tidak memberikan fasilitas penghapusan maupun pengurangan hutang pokok pajak dan bunganya. Dalam kasus tax amnesty negara Afrika Selatan, antusias masyarakat Afrika Selatan dengan adanya fasilitas amnesti ini sangat besar, terlihat dari tren pendaftaran secara eksponal dimana proporsi jumlah wajib pajak dan masyarakat yang mendaftar saat menjelang deadline melonjak secara drastis. Dan bagi WP yang diterima  permohonannya harus membayar uang tebusan dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal persetujuan aplikasi amnestinya. Ada beberapa kondisi amnesti pajak sebagaimana yang dijalankan pemerintah Afrika Selatan dapat diterapkan di Indonesia, setidaknya dijadikan bahan pertimbangan dan masukan informasi pengampunan pajak. Perlu diperhatikan ada beberapa persyaratan mendasar yang harus dipenuhi si pemohon sebelum menjalankan program tax amnesty di Afrika Selatan. Beberapa hal penting yang menjadi acuan atau langkah –langkah implementasi program tax amnesty, antara lain :



1.      Penelitian dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan program pengampunan  pajak sangat diperlukan.

2.      Optimalisasi strategi ”pull and push

3.      Mendefinisikan dan mengkomunikasikan, maksud dan tujuan dari program secara   tepat dengan baik.

4.       Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat dari seluruh jajaran organisasi.

5.      Mendapatkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari parlemen.

6.      Tidak melakukan perubahan persyaratan administrasi di tengah jalan,  misalnya              perubahan bentuk dan isi formulir, setelah program diumumkan.

7.      Pastikan bahwa program amnesti memberi manfaat sekaligus kenyamaanan bagi   yang berpartisipasi, sebaliknya menimbulkan rasa was-was yang tinggi bila tidak berpartisipasi.

8.       Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya kurang jelas.

9.      Melibatkan kalangan profesional sebanyak mungkin seperti akuntan, pengacara, konsultan pajak, dunia perbankan, kalangan akademisi, pengamat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain-lain.

10.  Segera umumkan ke masyarakat luas jika pemerintah dan parlemen telah memutuskan untuk melaksanakan program amnesti ini.

11.   Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat luas dengan strategi yang tepat dan terarah.

12.  Seharusnya konsep amnesti pajak perlu dipikirkan secara mendalam karena didalamnya tidak termasuk kewajiban membayar denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya harta kekayaan (assets) yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan mengenai besarnya pajak yang belum dibayarkan atau masih kurang bayar tetap harus di bayar oleh WP. Rencana pemberian pengampunan pajak juga memiliki konsekuensi akan hilangnya hukuman sandera badan (gijzeling) bagi penunggak pajak, sehingga perlu kajian mendalam aspek yuridis berkaitan dengan wajib pajak bermasalah khususnya penunggak pajak besar.

13.   Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa menjadi motivatorbagi wajib pajak untuk tidak membayar pajak (menunda melunasi utang pajaknya). Karena yang bersangkutan berpandangan akan mendapat pengampunan pajak lagi.

14.  Penerapan pengampunan pajak ini harus menjadi bagian dari reformasi perpajakan dan bukan terpisah (komprehensif), yang dapat berdampak pada kontraproduktif.

15.  Diwaspadai dalam penerapan pengampunan pajak ini, adanya kepentingan tertentu dari segelintir pengusaha besar (yang bermasalah dengan tax voluntary rendah). Idealnya tax amnesty ini dapat berlaku untuk semua orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir pengusaha saja.



















BAB III

PENUTUP



1.    Kesimpulan



Dari pembahasan di atas ada beberapa hal yang dapat di simpulkan antara lain sebagai  berikut :

a.       Tax amnesty dapat diimplementasikan di Indonesia, namun harus mempunyai payung hukum sebagai dasar serta tujuan yang jelas dalam pelaksanaan tax amnesty.

b.       Salah satu kelemahan Tax amnesty bila diterapkan di Indonesia adalah dapat mengakibatkan berbagai penyelewengan dan moral hazard karena sarana dan prasarana, keterbukaan akses informasi serta pendukung lainnya belum memadai sebagai prasyarat pemberlakuan tax amnesty tersebut.

c.       Implementasi Tax amnesty dalam jangka pendek sebaiknya ditunda terlebih dahulu menunggu kesiapan berbagai perangkat dan piranti hukum yang melandasi pelaksanaan kebijakan ini. Namun dalam rangka meningkatkan penerimaan negara pemerintah (Dirjen Pajak) dapat menerapkan kebijakan-kebijakan inovatif lainnya seperti Sunset Policy, Tax holiday dan lain-lain yang dapat menggantikan kebijakan tax amnesty yang masih mendapat pertentangan dari berbagai lapisan masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini ada kecenderungan tax avoidance sebagai efek kasus Gayus.



2.    Saran

1.      Penerapan Tax Amnesty harus dilandasi payung hukum berupa Undang undang dan kejelasan syarat dan tujuannya.

2.      Pemberian kebijakan pengampunan pajak semestinya tidak hanya menghapus hak tagih atas wajib pajak (WP) tetapi yang lebih penting lagi adalah memperbaiki kepatuhan WP, sehingga pada jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan pajak.

3.      Implementasi Tax Amnesty dapat diterapkan bila syarat-syarat keterbukaan dan akses informasi terhadap masyarakat terpenuhi oleh karena itu apabila tax amnesty akan diterapkan harus menggunakan tax amnesty bersyarat.

4.      Tax amnesty dapat diterapkan terutama pada bidang-bidang atau sektor sektor industri tertentu saja yang dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat terpenuhinya kesiapan sarana dan prasarana pendukung lainnya.

Daftar Pustaka



Agung, Mulyo, Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia, Penerbit Dinamika Ilmu, Jakarta, 2007



Brotodihardjo R. Santoso, Pengantar Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung, 1998



Enste, H. Dominik & Schendik, Frederick, Shadow Economies: Size, Causes and Consequences, Journal of Economic Literature, Vol. XXXVIII March 2000, pp 77-114



Forum Diskusi Ilmiah Perpajakan, berjudul Amnesti Pajak Perlu Prasarat Tax Reform, (http://groups.yahoo.com/group/forumpajak/message/10744)



Ilyas, B. Wirawan, Suhartono Rudy, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2007



Kotler, Philip dan Keller L. Kevin, Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Indeks, Jakarta, 2006



Muhammad, Suwarsono, Manajemen Stratejik: Konsep dan Kasus, Penerbit AMP. YKPN, Yogyakarta 2000



Santoso, Urip & Justina, Setiawan. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No. 2 Juli 2009



Silitonga, Erwin, Makalah berjudul: Ekonomi bawah Tanah, Pengampunan Pajak dan Referandum, 2006



Slegman, R.A. Edwin, Essays in Taxation, New York, 1925



Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, 2004



Sukirno. Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi ke-2, PT. Raja grafindo Persada, Jakarta, 1997



Tambunan, Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000



Yusuf, A, Harry, dalam www.pajak2000.com/news_print.php?id=307










http://nindityo.com/2008/03/23/sunset-policy-pengampunan-pajak-di-uukup-2008/



http://vibizmanagement.com/journal.php?id=425&sub=journal&awal=10&page=tax