Kata
Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)”, pembuatan tugas
ini sebagai pemenuhan tugas individu yang diberikan oleh dosen pengajar mata
kuliah hukum pajak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengasuh mata kuliah Hukum Pajak, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang
Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tugas ini. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga tugas
ini memberi manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya di bidang hukum pajak.
Kendari, 02 Januari 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
..........................................................................................
1
Daftar
Isi
...................................................................................................
2
Pendahuluan:
Latar Belakang ......................................................................................
3
Rumusan
Masalah .................................................................................
5
Tujuan
Penulisan ...................................................................................
5
Pembahasan:
Pengertian
Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) ................................... 6
Tarif
dan Utang
Pajak.............................................................................
6
Penerapan Tax Amnesty Sebagai Alternatif........................................... 8
Peluang dan Tantangan Implementasi Tax
Amnesty di Indonesia......... 9
Analisis SWOT Implementasi
Tax Amnesty......................................... 10
Best
Practise Implementasi Tax Amnesty di Beberapa Negara............. 13
Penutup:
Kesimpulan
............................................................................................ 17
Saran....................................................................................................... 17
Daftar
Pustaka........................................................................................ 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan
nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan selama ini,
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran pembangunan yang cukup
besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan penerimaan untuk pembangunan
tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri,
yaitu pajak. Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang
digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. (Mulyo Agung, 2007).
Taraf hidup masyarakat akan meningkat diperlukan anggaran yang selalu meningkat
pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah Indonesia untuk
tahun 2011. Belanja Negara dalam APBN 2011 sebesar Rp 1.229,6 Triliun meningkat
dari tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 1.126 Triliun. Sedangkan tahun 2012
Belanja Negara dalam APBN dianggarkan sebesar Rp 1.435,4 triliun. Sekarang ini
pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari
sektor pajak. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2011 sebesar 708,9
triliun rupiah atau 64,15 persen dari seluruh penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (ABPN) 2011 Sedangkan untuk tahun 2012 penerimaan pajak
ditargetkan sebesar Rp Rp1.032,6 triliun. Pendapatan negara dari tahun ke tahun
selalu mengalami peningkatan, namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan
di masa yang akan datang terbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal.
Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya
nyata, serta diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya
tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan.
Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun
peningkatan penerimaan pajak itu snediri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa
perluasan objek pajak yang selama in belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan
pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga
masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya. Pemerintah tentu
diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan yang bisa
menarik minat masyarakat menjadi wajib pajak seperti sunset policy. Demikian
juga, salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax
amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan
subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana
yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan
jumlah wajib pajak.
Indonesia pernah
menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena
wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem
administrasi perpajakan secara menyeluruh. Disamping itu peranan sektor pajak
dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah
tidak mengupayakan lebih serius. Pada saat itu penerimaan negara banyak didominasi
dari sektor ekspor minyak dan gas bumi. Berbeda dengan sekarang, penerimaan
pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN Pemerintah
Indonesia Saat ini, sebagai bentuk reformasi perpajakan salah satu agendanya
adalah menerapkan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Bila kita
melihat saat diterapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai perubahan
UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)
diundangkan, banyak yang memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut terutama
dalam pasal 37A dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program
pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum
mampumemuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset
Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Dalam
pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa
permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kedua, kekuasaan
Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu besar karena mencakup fungsi eksekutif,
legislatif, dan yudikatif sekaligus sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam
melayani hak wajib pajak yang berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak.
Ketiga, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan
perpajakan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian tax amnesty?
2.
Mengapa
penerapan tax amnesty dapat dijadikan sebagai alternatif?
3.
Bagaimana
contoh pelaksanaan tax amnesty di Negara lain?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
memahami pengertian dari tax amnesty
2.
Untuk
mengetahui kenapa tax amnesty dapat dijadikan alternatif
3.
Untuk
mengetahui bagaimana praktik tax amnesty yang diberlakukan di Negara lain
selain Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)
Tax amnesty adalah
suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu
untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan
kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak
sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya
berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak pajak masa lalu. Dalam
beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman
yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak
mengambilnya.
Kebijakan
Tax Amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1984.
Demikian juga kebijakan lain yang serupa berupa Sunset Policy telah
dilakukan pada tahun 2008. Sejak Program Sunset Policy diimplementasikan
sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak
5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya
penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta,
NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya 17,16
juta (data DJP, 2010 kuartal 1) Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun
sunset policy sekalipun secara psikologis sangat tidak memihak pada
wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak. Kalaupun kebijakan itu
diterapkan di suatu negara, harus ada kajian mendalam mengenai karakteristik
wajib pajak yang ada di suatu negara tersebut karena karakteristik wajib pajak
tentu saja berbeda-beda. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah
karakteristik wajib pajak memang banyak yang tidak patuh, sehingga tax
amnesty tidak akan menyinggung para WP yang taat membayar pajak. Selain
itu, pola tax amnesty seperti model sunset policy hanya bisa diterapkan.
Sekali dalam seumur hidup wajib pajak.
2. Tarif
dan Utang Pajak
Secara teori
pemungutan pajak tidak terlepas dari rasa keadilan, sebab keadilan dapat
menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Dalam penetapan tarifnyapun harus mendasarkan pada prinsip-prinsip
keadilan. Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Tarif
pajak dimaksud adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak
yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase. Apabila
melihat timbulnya utang pajak, bahwa utang pajak timbul karena Surat Keputusan
Pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang.
Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Terhapusnyaa
utang pajak disebabkan antara lain :
1. Pembayaran
Utang pajak yang
melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke Kas
Negara.
2. Kompensasi
Keputusan yang ditunjukkan kepada
kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak
diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai
tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
3. Daluwarsa
Daluwarsa
diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak,
daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan uang pajak tidak
dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain,
apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
4. Pembebasan
Utang pajak
tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan
pada umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi diberikan terhadap
sanksi administrasinya.
4. Penghapusan
Penghapusan
utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikan karena
keadaan keuangan Wajib Pajak.
3.
Penerapan Tax Amnesty Sebagai
Alternatif
Bagi banyak
negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkal dijadikan alat untuk
menghimpun penerimaan negara dari sektor paja (tax revenue) secara cepat
dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program tax amnesty ini dilaksanakan
karena semakin parahnya upay penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh
manfaat perolehan
dana, terutama
kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai
kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk berup menurunnya kepatuhan
sukarela (voluntary compliance) dari wajib pajak patuh,
bilamana tax amnesty dilaksanakan dengan program yang tidak tepat.
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di
beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan
pengampunan pajak seperti di Afrika Selatan, Irlandia dan India, dengan maksud
untuk mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta menganalisis
faktor-faktor yang menyebabkan program ini dapat berhasil dan mencapai target
yang ditetapkan, serta perspektifnya bagi pebisnis Indonesia. Berdasarkan
penelitian (Enste & Schneider, 2002), bahw besarnya persentase kegiatan
ekonomi bawah tanah (undergroun economy), di negara maju dapat mencapai
14 – 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan di negara berkembang
dapat mencapa 35 – 44 persen dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak
pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan
(SPT) Pajak Penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak (tax
evasion).
Penyelundupan
pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang
jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan
ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang
dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan negara karena berarti
hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai program
pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab
itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belu dibayar dari
kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan
pajak (tax amnesty)
4.
Peluang dan Tantangan
Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
Ada beberapa
langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Pajak
guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan
program Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan
untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan
penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan.
Demikian juga akan dilakukan kenaikan tarif cukai tembakau mulai tahun 2012
yang rata-rata sebesar 12,2 persen. Upaya berikutnya adalah akan dilakukan
peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor serta
peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang. Termasuk penyempurnaan
implementasi Indonesia National Single Windows (INSW) serta
pengembangan otomatisasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai. Selain itu
salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam sistem perpajakan yang berguna
meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun
persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja
adalah melalui program tax amnesty. Salah satu tujuan pengampunan pajak
ini diharapkan dapat mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang
selalu dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu
dihindari, berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly.” Pada dasarnya
inovasi atau upaya ini dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang
diharapkan bila kebijakan tax amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat
mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat
digunakan sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk
menstimulasi perekonomian nasional. Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan
pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran
pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya
penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya. Para
pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban
pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya
pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset
dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun
1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat
dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.
5.
Analisis SWOT
Implementasi Tax Amnesty
Bila digunakan
analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan implementasi penerapan Tax Amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut
:
Strength
(Kekuatan)
1. Sumber
daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah memadai yang
dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax amnesty. Demikian juga
infrastruktur pendukung lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah
sebesar 32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta
orang berarti rationya adalah 1 : 625. Walaupun ke depan sangat perlu untuk
ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap tahunnya mempunyai tren meningkat..
2. Bila
kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan maka akan menciptakan
kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan
kewajiban perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset
policy maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang
hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Kondisi
ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin pemberlakuan tax amnesty.
Beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Korea Selatan dan lain-lain,
memberlakukan tax amnesty pada saat ekonomi negara tersebut dalam kondisi
stabil.
4. Dengan
diadakannya sensus pajak tahun 2011 maka dapat diketahui gambaran mengenai
kondisi wajib pajak, potensi maupun karakteristik wajib pajak yang dapat
meberikan masukan bagi pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak
implementasi tax amnesty dilakukan.
Weakness (Kelemahan )
1.
Tidak mempunyai payung
hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang
dapat memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib pajak
dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan
maka berarti harus di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang)
yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih
lama karena tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan
Rakyat).
2. Pernah dilaksanakan implementasinya. Pertama,
pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden
RI No. 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara
berturut-turut diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak.
Keputusan Menteri Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Pengampunan
Pajak jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyessuaian
Untuk Penghitungan Pajak Penghasilan. Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty
tersebut masih rendah, efektifitas ini terukur dari rendahnya partisipasi
peserta tax amnesty tersebut.
3. Reformasi dan penataan sistem perpajakan
sedang dilakukan baik perbaikan potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi,
pengembangan teknologi informasi, perbaikan sumber daya manusia serta pengawasan.
Oleh karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak optimal.
Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.
Opportunity (Peluang)
1. Program
ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup banyak
di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di
luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila pemerintah secepatnya
menerapkan pengampunan pajak. Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar
US$ 20-40 miliar atau setara Rp 360 triliun. (data Kadin, 2009) Dana tersebut disimpan
di sejumlah bank di Singapura dan Australia.
2.
Sejumlah negara telah
sukses memberlakukan tax amnesty, salah satu diantaranya adalah Afrika Selatan, Korea Selatan dan
India.
3. Tingkat
kepercayaan masyarakat yang masih tinggi merupakan salah satu
peluang untuk mewujudkan tujuan
akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak
4. Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang selalu membaik memberikan
kesempatan
untuk dapat diterapkannnya kebijakan tax amnesty.
5. Tax amnesty dapat
berpengaruh positif bagi pasar uang pada Bursa Efek
Indonesia. Bila kebijakan ini
diterapkan maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena perusahaan-perusahaan
tidak perlu khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah
perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon
emiten untuk mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka.
6.
Bila program tax
amnesty berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai beberapa
keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan
pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan diimplementasikan tax
amnesty maka asset recoverynya lebih mudah karena tidak perlu
melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil
asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah
kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau pengembalian asset
korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil.
Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax
amnesty
Treat (Tantangan )
1. Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat
Jenderal Pajak adalah antara lain terus dikembangkan hubungan kerja sama
internasional baik dengan institusi negara-negara lain maupun lembaga keuangan internasional
untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi perpajakan.
2. Beberapa
peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti ”Kasus Gayus” berakibat pada
penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan
melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).
3. Banyaknya
permasalahan yang timbul terkait pengampunan pajak sehingga aturannyapun
menjadi semakin kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai kepentingan.
4. Saat
ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain terkait peningkatan tax ratio
penerimaan pajak terhadap PDB. Tax ratio Indonesia sampai saat ini
masih rendah berkisar 13 persen bila dibandingkan dengan beberapa negara
tetangga, sehingga kebijakan tax amnesty adalah salah satu upaya
alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di kalangan masyarakat.
6
. Best
Practise Implementasi Tax Amnesty di
Beberapa Negara
Indonesia
pernah menerapkan pengampunan pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya belum
efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak diikuti dengan
reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh.
Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke
masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak sendiri. Pemberian tax
amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun yang lebih
penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku WP, sehingga
diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.
Pada
dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bisa diimplementasikan
bila Tax Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan belajar
dari negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak seperti
Afrika Selatan, Italia, India, Korea Selatan dan lain-lain. Pemerintah Afrika
Selatan menerapkan strategi melalui “Pull and Push Strategy.”
Mekanisme strategi Pull adalah dengan menarik atau memberikan insentif
kepada wajib pajak agar wajib pajak tertarik untuk ikut serta dalam program
ini. Salah satu caranya adalah dengan penghapusan denda dan atau bunga pajak
terutang atau pembayaran tebusan dengan tarif yang rendah. Push,
dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya WP tidak mau
berpartisipasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan
kualitas audit tax, strategi pemilihan target penyidikan yang tepat dan
transparan hasil penyidikan serta sanksi
pidana
pajak sementara sebelum program amnesti diumumkan. Pada dasarnya banyak warga
negara Afrika Selatan sebelumnya banyak yang menyimpan dana atau hartanya di
luar negeri dengan berbagai alasan. Bukan saja untuk menghindari ketentuan
regulasi terhadap pengawasan nilai tukar (exchange control regulations),
namun juga kesulitan mengungkapkan sumber-sumber yang diperoleh di dalam dan
luar negeri. Tingkat pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri
di masa lalu di Afrika Selatan cukup tinggi. Misalnya bunga yang diperoleh dari
bank dan rekening kepemilikan atas properti di luar negeri yang harus dikenai
pajak. Sejak tahun 1997 di Afrika Selatan terdapat tambahan formulir bagi foreign
passive income yang dikenai pajak bagi penduduk Afrika Selatan. Salah satu
contohnya adalah penghasilan atas bunga dan royalti. Hal ini kemudian
diberlakukan bagi seluruh penduduk Afrika Selatan sejak tanggal 1 Januari 2001.
Tujuan utama amnesti pajak di Afrika Selatan antara lain, adalah :
1.
Mewajibkan
penduduk Afrika Selatan patuh terhadap ketentuan exchange control dan masalah-masalah perpajakan pada
umumnya.
2.
Memberi
kewenangan bagi South African Revenue Services (SARS) dan Exchange
Control Department of the South African Reserve Bank (SARB) mengawasi
assets milik warga Afrika Selatan yang berada diluar negeri.
3. Memfasilitasi pengembalian
aset yang berada di luar negeri.
4. Meningkatkan penerimaan pajak
di masa yang akan datang.
Dalam
sejarahnya, Afrika Selatan telah melaksanakan amnesti pajak tiga kali, yaitu
pada 1995, 1996 dan 2003. Selain itu, pada 2003 diberlakukan special amnesty,
dimana ruang lingkupnya dibatasi hanya pada pengakuan aset rakyat atau wajib
pajak yang ada di luar negeri, juga transaksi yang berkaitan dengan pelanggaran
lalu lintas devisa. Secara labih spesifik, amnesti pajak ini dibatasi hanya
kepada mereka yang memiliki aset di luar negeri namun belum membayar pajak di
masa lalu. Dalam pengampunan pajak ini, jenis pajak yang diampuni hanya
terbatas pada PPh Orang Pribadi (Personal Income Tax), termasuk juga
pajak atas warisan (estate duty). Sedangkan PPN dan withholding taxes
tidak tidak termasuk dalam program ini. Banyak hal yang dapat menjadi
masukan dengan merujuk keberhasilan Afrika Selatan dalam melakukan amnesti
pajak. Adanya program amnesti ini sebagai bagian dari program pengelolaan
perpajakan secara baik yang merupakan tulang punggung penerimaan negara dalam
APBN. Saat ini penerimaan negara dari sektor perpajakan telah mencapai 70-80%
dalam APBN sehingga hal tersebut sudah merupakan masalah nasional, sebagaimana
yang dikatakan tax amnesty 2003 memberikan penghapusan tuntutan tindakan pidana
yang terbatas hanya yang menyangkut pidana perpajakan dan peraturan lalu lintas
devisa. Dengan demikian kepemilikan aset di luar negeri yang berasal dari
aktivitas illegal atau kriminal lainnya, seperti hasil korupsi, hasil
kejahatan, hasil transaksi narkoba, ataupun hasil pencucian uang (money laundering),
tidak berhak untuk mendapatkan pengampunan pajak. Khusus bagi aset yang
disimpan di dalam negeri dan berasal dari penghasilan dalam negeri namun belum
dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya, tidak akan mendapatkan
fasilitas pengampunan ini, SARS tetap akan memberikan fasilitas dalam bentuk
penghapusan atas sanksi denda sebesar 200% dan juga pemberian kelonggaran dalam
mencicil kewajibannya. Disini SARS tidak memberikan fasilitas penghapusan
maupun pengurangan hutang pokok pajak dan bunganya. Dalam kasus tax amnesty negara
Afrika Selatan, antusias masyarakat Afrika Selatan dengan adanya fasilitas
amnesti ini sangat besar, terlihat dari tren pendaftaran secara eksponal dimana
proporsi jumlah wajib pajak dan masyarakat yang mendaftar saat menjelang deadline
melonjak secara drastis. Dan bagi WP yang diterima permohonannya harus membayar uang tebusan
dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal persetujuan aplikasi
amnestinya. Ada beberapa kondisi amnesti pajak sebagaimana yang dijalankan
pemerintah Afrika Selatan dapat diterapkan di Indonesia, setidaknya dijadikan
bahan pertimbangan dan masukan informasi pengampunan pajak. Perlu diperhatikan
ada beberapa persyaratan mendasar yang harus dipenuhi si pemohon sebelum
menjalankan program tax amnesty di Afrika Selatan. Beberapa hal penting yang
menjadi acuan atau langkah –langkah implementasi program tax amnesty,
antara lain :
1.
Penelitian
dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan program pengampunan pajak sangat diperlukan.
2.
Optimalisasi
strategi ”pull and push”
3.
Mendefinisikan
dan mengkomunikasikan, maksud dan tujuan dari program secara tepat dengan baik.
4.
Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat
dari seluruh jajaran organisasi.
5.
Mendapatkan
persetujuan dan dukungan yang kuat dari parlemen.
6.
Tidak
melakukan perubahan persyaratan administrasi di tengah jalan, misalnya
perubahan bentuk dan isi
formulir, setelah program diumumkan.
7.
Pastikan
bahwa program amnesti memberi manfaat sekaligus kenyamaanan bagi yang berpartisipasi, sebaliknya menimbulkan
rasa was-was yang tinggi bila tidak berpartisipasi.
8.
Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya
kurang jelas.
9.
Melibatkan
kalangan profesional sebanyak mungkin seperti akuntan, pengacara, konsultan
pajak, dunia perbankan, kalangan akademisi, pengamat, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan lain-lain.
10. Segera umumkan ke masyarakat luas jika
pemerintah dan parlemen telah memutuskan untuk melaksanakan program amnesti
ini.
11. Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan
masyarakat luas dengan strategi yang tepat dan terarah.
12. Seharusnya konsep amnesti pajak perlu
dipikirkan secara mendalam karena didalamnya tidak termasuk kewajiban membayar
denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya harta kekayaan (assets) yang
belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan mengenai besarnya pajak yang
belum dibayarkan atau masih kurang bayar tetap harus di bayar oleh WP. Rencana
pemberian pengampunan pajak juga memiliki konsekuensi akan hilangnya hukuman
sandera badan (gijzeling) bagi penunggak pajak, sehingga perlu kajian
mendalam aspek yuridis berkaitan dengan wajib pajak bermasalah khususnya
penunggak pajak besar.
13. Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa
menjadi motivatorbagi wajib pajak untuk tidak membayar pajak (menunda melunasi utang
pajaknya). Karena yang bersangkutan berpandangan akan mendapat pengampunan
pajak lagi.
14. Penerapan pengampunan pajak ini harus
menjadi bagian dari reformasi perpajakan dan bukan terpisah (komprehensif),
yang dapat berdampak pada kontraproduktif.
15. Diwaspadai dalam penerapan pengampunan
pajak ini, adanya kepentingan tertentu dari segelintir pengusaha besar (yang bermasalah
dengan tax voluntary rendah). Idealnya tax amnesty ini dapat
berlaku untuk semua orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir
pengusaha saja.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas ada beberapa hal yang dapat di simpulkan antara lain sebagai
berikut :
a.
Tax
amnesty dapat
diimplementasikan di Indonesia, namun harus mempunyai payung hukum sebagai
dasar serta tujuan yang jelas dalam pelaksanaan tax amnesty.
b.
Salah satu kelemahan Tax amnesty bila
diterapkan di Indonesia adalah dapat mengakibatkan berbagai penyelewengan dan
moral hazard karena sarana dan prasarana, keterbukaan akses informasi serta
pendukung lainnya belum memadai sebagai prasyarat pemberlakuan tax amnesty
tersebut.
c.
Implementasi
Tax amnesty dalam jangka pendek sebaiknya ditunda terlebih dahulu
menunggu kesiapan berbagai perangkat dan piranti hukum yang melandasi
pelaksanaan kebijakan ini. Namun dalam rangka meningkatkan penerimaan negara
pemerintah (Dirjen Pajak) dapat menerapkan kebijakan-kebijakan inovatif lainnya
seperti Sunset Policy, Tax holiday dan lain-lain yang dapat
menggantikan kebijakan tax amnesty yang masih mendapat pertentangan dari
berbagai lapisan masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini ada kecenderungan tax
avoidance sebagai efek kasus Gayus.
2.
Saran
1.
Penerapan
Tax Amnesty harus dilandasi payung hukum berupa Undang undang dan
kejelasan syarat dan tujuannya.
2.
Pemberian
kebijakan pengampunan pajak semestinya tidak hanya menghapus hak tagih atas
wajib pajak (WP) tetapi yang lebih penting lagi adalah memperbaiki kepatuhan
WP, sehingga pada jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan pajak.
3.
Implementasi
Tax Amnesty dapat diterapkan bila syarat-syarat keterbukaan dan akses
informasi terhadap masyarakat terpenuhi oleh karena itu apabila tax amnesty akan
diterapkan harus menggunakan tax amnesty bersyarat.
4.
Tax
amnesty dapat diterapkan
terutama pada bidang-bidang atau sektor sektor industri tertentu saja yang
dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat
terpenuhinya kesiapan sarana dan prasarana pendukung lainnya.
Daftar Pustaka
Agung,
Mulyo, Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia, Penerbit Dinamika Ilmu,
Jakarta, 2007
Brotodihardjo
R. Santoso, Pengantar Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung, 1998
Enste,
H. Dominik & Schendik, Frederick, Shadow Economies: Size, Causes and
Consequences, Journal of Economic Literature, Vol. XXXVIII March
2000, pp 77-114
Forum
Diskusi Ilmiah Perpajakan, berjudul Amnesti Pajak Perlu Prasarat Tax Reform,
(http://groups.yahoo.com/group/forumpajak/message/10744)
Ilyas,
B. Wirawan, Suhartono Rudy, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak
Penghasilan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2007
Kotler,
Philip dan Keller L. Kevin, Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Indeks,
Jakarta, 2006
Muhammad,
Suwarsono, Manajemen Stratejik: Konsep dan Kasus, Penerbit AMP. YKPN,
Yogyakarta 2000
Santoso,
Urip & Justina, Setiawan. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa
Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No.
2 Juli 2009
Silitonga,
Erwin, Makalah berjudul: Ekonomi bawah Tanah, Pengampunan Pajak dan Referandum,
2006
Slegman,
R.A. Edwin, Essays in Taxation, New York, 1925
Subiyantoro,
Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi,
Penerbit Buku Kompas, 2004
Sukirno.
Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi ke-2, PT. Raja grafindo
Persada, Jakarta, 1997
Tambunan,
Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan
Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000
Yusuf,
A, Harry, dalam www.pajak2000.com/news_print.php?id=307
http://nindityo.com/2008/03/23/sunset-policy-pengampunan-pajak-di-uukup-2008/
http://vibizmanagement.com/journal.php?id=425&sub=journal&awal=10&page=tax
Tidak ada komentar:
Posting Komentar